Jumat 15 Mar 2019 14:32 WIB

Arcandra: Eksplorasi Kunci Ketahanan Energi

Pemerintah mengubah penawaran dari cost recivery menjadi gross split.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Listrik Pedesaan: Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat menghadiri Peresmian listrik pedesaan di Desa Bosua dan Beriulou, di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (25/2)|
Foto: republika/Febrian Fachri
Listrik Pedesaan: Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat menghadiri Peresmian listrik pedesaan di Desa Bosua dan Beriulou, di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Senin (25/2)|

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tantangan ketahanan energi menurut Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar adalah ketergantungan negara atas impor. Ia mengatakan hal ini harus diselesaikan karena kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia mencapai 1,4 juta barel per hari dengan produksi minyak mentah yang hanya sekitar 800 ribu barel per hari, maka Indonesia mengimpor 600 ribu barel minyak per hari.

"Sejak 2003-2004 kita adalah negara pengimpor crude BBM. Ketahanan energi kita akan sulit tercapai kalau sebagian besar energi berasal dari impor," ungkap Arcandra, Jumat (15/3).

Baca Juga

Lebih detail Arcandra mengatakan bahwa Kementerian ESDM sudah berusaha melakukan disrupsi bidang energi dengan memulai eksplorasi mencari minyak dan gas bumi. Meskipun begitu, Ia mengakui bahwa eksplorasi merupakan usaha yang dilakukan dalam jangka panjang, hingga minyak atau gasnya mengalir, setidaknya membutuhkan waktu sekitar 15-20 tahun.

"Apa yang kita disrupt, untuk jangka panjang kita harus memulai dengan eksplorasi mencari minyak dan gas, sayangnya eksplorasi ini membutuhkan waktu 6-10 tahun. Kalau kita mengeksplor dan ketemu tahun ke-10 maka dibutuhkan 5-10 tahun lagi untuk bisa oil atau gasnya mengalir," imbuh Arcandra.

Langkah lain yang dilakukan adalah disrupsi dalam hal kebijakan, seperti diungkapkan Arcandra, pada tahun 2017 lalu, Kementerian ESDM mengubah sistem fiskal yang lebih atraktif kepada para investor dalam penawaran blok-blok migas, dari yang sebelumnya cost recovery diubah menjadi gross split.

Ia menuturkan perubahan tersebut membawa dampak positif pada iklim investasi migas di Indonesia, dimana para investor menyambut baik sehingga blok migas yang ditawarkan pada tahun 2017 laku lima blok dan 2018 laku sembilan blok. "Penawaran blok migas tahun 2015 dan 2016 tidak ada yang laku karena menggunakan cost recovery. Kita berani mendisrupt diri kita merubah paradigma kita, mengubah rezim fiskal menjadi gross split. Dengan gross split laku lima blok di 2017 dan 2018 laku sembilan. Ini disruption yg kita lakukan di kementerian dalam hal policy," pungkasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement