REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kondisi neraca transaksi berjalan mencatatkan defisit turut mempengaruhi kinerja Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Kondisi tersebut sudah mengkhawatirkan, sehingga pelaku IKNB ikut berperan dalam pembiayaan berorientasi ekspor.
Deputi Komisioner Pengawasan IKNB OJK Moch Ihsanuddin mengatakan tingkat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada 2018 yang mencapai 2,98 persen, berpengaruh juga pada pembiayaan yang dilakukan IKNB ke sektor pertambangan, otomotif dan properti "Kita juga lakukan revitalisasi lembaga Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Ini harus didorong di samping pembiayaan para eksportir sudah dibiayai bank mereka juga harus mengisi market gap yang sekarang masih susah didapatkan," ujar saat acara ‘Seminar Nasional Prospek Bisnis IKNB 2019’ di Hotel JW Marriott, Selasa (12/3).
Guna membantu meningkatkan ekspor, menurut Ichsan, perusahaan multifinance didorong untuk melakukan pembiayaan di sektor-sektor prioritas, yaitu sektor pariwisata dan sektor perumahan, dan sektor yang mendukung ekspor. "Jadi industri jasa keuangan kita juga didorong untuk melakukan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas, yaitu sektor yang mendukung ekspor, sektor pariwisata, dan sektor perumahan." ungkapnya.
Dia menambahkan, peran dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI/Indonesia Eximbank) juga diharapkan bisa berperan optimal untuk mendorong ekspor. "Jadi, industri jasa keuangan juga didorong untuk melakukan pembiayaan," ucapnya.
Ke depan, pihaknya mengaku tetap ada sikap optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi dan industri keuangan, meski ada sejumlah kekhawatiran yang bisa mengganggu aktivitas ekonomi nasional. "Terutama, ada juga kekhawatiran soal current account deficit. Saya pernah berbicara mengenai ini dengan Bapak Mirza Adityaswara (Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia). Pemerintah harus mendorong ekspor dan IKNB juga harus berperan di sini," ungkapnya.