REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan masih belum melihat kemungkinan adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2019 meski sejumlah asumsi ekonomi makro mengalami pergeseran. Pergeseran asumsi itu di antaranya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak mentah Indonesia yang sama-sama mengalami penurunan atau bernilai lebih rendah dibandingkan realisasi sampai dengan 31 Januari 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan fokus menjalani kegiatan sesuai dengan yang tertuang dalam APBN 2019 terlebih dahulu. Upaya ini sama seperti menjalani tahun anggaran 2018.
"Selama APBN dijalankan dengan baik, kami akan fokus melaksanakan yang sudah kami tulis itu," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (20/2).
Sri menambahkan, pergeseran asumsi dasar ekonomi makro tidak hanya terjadi pada tahun ini. Pada 2018, kondisi yang dinamis juga terjadi, namun tidak ada APBN P. Hal tersebut membuat 2018 menjadi tahun pertama dalam 15 tahun, di mana tidak ada perubahan dalam APBN.
Dalam catatan Kemenkeu, setidaknya ada empat asumsi dasar ekonomi makro yang mengalami pergeseran. Pertama, harga minyak mentah dunia Indonesia yang semula diasumsikan 70 dolar AS per barel dan realisasi sampai akhir Januari menjadi 57 dolar AS. Kedua, asumsi inflasi 3,5 persen, namun realisasinya adalah 2,8 persen (yoy) dan 0,2 (ytd).
Asumsi yang bergeser berikutnya adalah tingkat bunga SPN tiga bulan. Pada APBN 2019, tercatat nilainya adalah 5,3 persen dengan realisasi sampai akhir Januari mencapai 5,8 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah dari yang semula diprediksi Rp 15.000 per dolar AS, realisasinya adalah Rp 14.119 per dolar AS (eop) pada 15 Februari 2019. Tiga asumsi lainnya, pertumbuhan ekonomi, lifting minyak dan lifting gas masih belum dapat terlihat.
Dengan lingkungan makro yang dihadapi tersebut, Sri menambahkan, realisasi APBN pada awal 2019 menunjukkan kinerja menggembirakan. Salah satunya terlihat dari realisasi pendapatan negara yang sampai 31 Januari 2019 mencapai Rp 108,1 triliun atau mencapai lima persen terhadap APBN. "Angka ini naik dari periode yang sama di tahun lalu, Rp 101,7 triliun," kata Sri.
Dari angka tersebut, penerimaan perpajakan mencapai Rp 89,76 triliun atau 5,02 persen terhadap APBN, tumbuh 8,73 persen dibandingkan realisasi periode yang sama APBN 2018. Pertumbuhan penerimaan pajak ini antara lain dipengaruhi PPh non migas yang mampu tumbuh signifikan.
Sri menilai, stabilitas ekonomi di tahun 2018 akan terus berlanjut pada 2019. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi yang relatif rendah dan nilai tukar terhadap dolar AS cenderung menguat pada awal tahun.
"Tapi, ketidakpastian ekonomi global tetap memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah," katanya.