Selasa 12 Feb 2019 13:29 WIB

UMKM Indonesia yang Go Digital Masih Minim

Di Amerika Serikat, pelaku UMKM yang go digital mencapai 90 persen

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Foto bersama peserta Capacity Building UMKM Go Digital 2019 bersama GOJEK Indonesia. Dukung inisiatif Bank Indonesia dalam membekali UMKM menghadapi era digital, GOJEK Indonesia turut hadir dalam Capacity Building UMKM Go Digital 2019 bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara (1/2) di Manado.
Foto: dok. Gojek
Foto bersama peserta Capacity Building UMKM Go Digital 2019 bersama GOJEK Indonesia. Dukung inisiatif Bank Indonesia dalam membekali UMKM menghadapi era digital, GOJEK Indonesia turut hadir dalam Capacity Building UMKM Go Digital 2019 bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara (1/2) di Manado.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) digadang-gadang menjadi tonggak ekonomi Indonesia. Hanya saja, di tengah perkembangan era digitalisasi kian melesat, UMKM Indonesia belum mampu mekasimalkan peluang dan potensi itu sebagai alat mengembangkan usahanya.

Hal itu ditegaskan oleh  Pengamat ekonomi digital yang juga CEO PT Duta Sukses Dunia, Yudi Candra saat berbincang santai dengan Wartawan, di Jakarta, Selasa (12/2).

Menurutnya, hingga akhir tahun 2018  jumlah usaha mikro sebanyak 58,91 juta unit, usaha kecil 59.260 unit dan usaha besar 4.987unit. Namun begitu yang sudah go digital baru 5 persen saja.

Sisanya masih sangat konvensional dalam pengembangan usahanya. “Kalau di Amerika Serikat sudah 90 persen yang sudah go digital, Indonesia baru sekitar 5 persenan saja,” tegas Yudi.

Sejatinya menurut Yudi, ada beberapa faktor yang menyebabkan UMKM Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan usaha. Faktor-faktor tersebut berupa permodalan, sumber daya manusia (SDM), dan ketiga menembus pasar.

“Selain modal, UMKM kita terkendala masalah jaringan pasar. Itulah pentingnya UMKM melek media supaya mampu merambah pasar lebih luas,” ujarnya.

Hanya saja, di tengah hiruk pikuk kemudahan promosi yang bisa dilakukan di media berbasis online seperti media sosial (medsos) kurang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM. "Yang sadar dan tahu melakukan promosi melalui medsos masih sangat minim,” ungkapnya.

Itu karena, lanjut Yudi lagi, itu karena minimnya pendampingan dari pemerintah akan pemahaman tentang digitalisasi, dan potensi media sosial sebagai sarana promosi. “Masih sangat banyak sekali pelaku usaha yang belum membuat medsos, bahkan tidak sedikit pula yang sudah punya hanya saja tidak bisa mengoperasikan karena dibuatkan orang. Lantas bagaimana mereka bisa mempromosikan produknya kalau tidak punya akun atau tidak mengoperasikan medsos,” paparnya.

Meski, saat ini ada pendampingan dari pemerintah atau dari swasta maupun BUMN hanya saja lebih banyak asas kepentingannya. Contohnya saja pemerintah bikin program pendampingan  hanya sebatas program, swasta atau BUMN membuat seminar karena punya kepentingan untuk target bisnisnya.

“UMKM kita itu sudah lama berjalan secara liar, meski ada pendampingan tidak maksimal,” ujarnya.

Untuk itu, harapan kita pemerintah step by step mulai memberikan perhatian lebih terhadap UMKM nasional guna mendongkrak ekonomi nasional dan terlebih mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat luas. “UMKM butuh perhatian lebih, bukan dibiarkan liar jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement