REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia berkomitmen akan menyelesaikan pembangunan smelter keduanya di Gresik. Untuk bisa menyelesaikan smelter yang harus beroperasi pada 2023 ini PTFI merogoh kocek hingga 2,6 miliar dolar AS.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menjelaskan rencana pembangunan fasilitas pengolahan tambang itu sudah diajukan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dana yang digelontorkan tersebut merupakan dana total yang dibutuhkan Freeport untuk membangun smelter tersebut dalam tempo lima tahun kedepan.
"Kita siapkan 2,6 miliar dolar AS. Itu sudah termasuk untuk sistem kelistrikan dan seluruh kebutuhan proyek," ujar Tony di Dharmawangsa, Jumat (1/2).
Ia mengungkapkan, kapasitas smelter tersebut diperkirakan mampu mengolah bahan tambang mencapai 2 juta ton konsentrat per tahun. Sejauh ini, kata dia, rencana pembangunan smelter itu masih sesuai dengan rencana yang diajukan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sementara di tempat yang sama, Deputi Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, pembangunan Smelter itu sebetulnya masih dikaji. "Kan ada opsi di Papua, ada juga di NTB. Ada juga di Gresik. Lagi dikaji. Jadi tiga tempat itu dikaji. Jadi utamanya kita lihat, bu menteri (BUMN) minta khusus dikaji," jelasnya.
Menurut dia, pembangunan smelter itu sangat membutuhkan akses listrik dan tentunya mempertimbangkan sumber daya listriknya. Namun, dalam lima tahun ke depan, kata dia, Smelter itu sudah harus terbangun.
"Smelter kan butuh banget listriknya itu di mana, dari mana, yang murah itu dari air, itu dikaji. Persiapan dulu di Gresik, tapi kemudian dari sisi lokasi dan energi itu juga kita pikirkan," tambahnya.