Rabu 30 Jan 2019 17:44 WIB

Impor Jagung tanpa Batas Kuota Mudahkan Kinerja Bulog

Data pangan yang tidak akurat berpengaruh terhadap kebijakan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ladang jagung di Grobogan, Jawa Tengah
Ladang jagung di Grobogan, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai, pembebasan impor jagung dari kuota yang akan diberlakukan pemerintah dapat memudahkan kerja Perum Bulog. Khususnya, dalam merealisasikan impor jagung sesuai kebutuhan pasar domestik. 

Namun, Ilman menekankan, Bulog juga harus bisa menggunakan kebijakan ini untuk menentukan waktu impor yang tepat. Yakni, saat harga jagung internasional rendah. Dengan begitu, jagung impor efektif menjaga kestabilan harga jagung di pasar dan juga mampu memenuhi permintaan para peternak ayam yang lebih dari 50 persen bahan baku pakannya adalah jagung.

Ilman mengatakan, langkah yang dilakukan pemerintah ini sangat positif untuk memperkuat efektivitas impor jagung. Sebab, sistem kuota seringkali menghambat importir untuk bisa merealisasikan impor sesuai dengan kebutuhan pasar. "Tidak jarang juga importir harus menunggu berbagai rapat koordinasi sehingga momentum untuk mengimpor di saat harga murah terlewat," katanya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (30/1).

Penghapusan sistem kuota pada impor jagung kali ini sebaiknya juga diikuti dengan langkah-langkah lain. Termasuk, pemerintah perlu merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 tahun 2018 Tentang Ketentuan Impor Jagung Pasal 3 Ayat 1 dan Pasal 5 Ayat 1 dan 2.

Selain itu, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 57 Tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan Ke dan Dari Wilayah Negeri Republik Indonesia Pasal 7 Ayat 2. "Guna membuka peluang bagi lebih banyak lagi importir jagung, baik yang berasal dari BUMN dan swasta," kata Ilman. 

Terbukanya peluang mengimpor untuk banyak pihak ini diharapkan Ilman dapat menciptakan kompetisi yang adil dan transparan. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, produsen jagung dalam negeri juta diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas jagung supaya bisa bersaing dengan jagung luar negeri. 

Ilman menambahkan, pekerjaan rumah yang juga harus dilakukan adalah pembenahan data jagung. Sebab, data seringkali dijadikan acuan untuk pengambilan sebuah kebijakan, terutama impor. "Ketika data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak efektif," ujarnya. 

Sebagai salah satu komoditas pangan strategis, ketersediaan dan kestabilan harga jagung sangat penting karena menyangkut ketersediaan dan kestabilan harga komoditas lainnya. Yakni, ayam dan telur dan juga industri yang menjadikan keduanya sebagai bahan baku utama.

Ilman menjelaskan, salah satu contoh di mana data pangan Indonesia tidak akurat dan berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia adalah pada tahun 2015. Saat itu, pemerintah memutuskan untuk membatasi impor dengan alasan suplai jagung mencukupi.

Kenyataannya, begitu impor ditutup, para pengusaha beralih untuk mengimpor gandum sebagai pengganti jagung. Dampaknya, pada tahun tersebut, nilai impor gandum jadi meningkat. "Padahal sederhananya, ketika data Kementerian Pertanian (Kementan) sudah benar, seharusnya tidak ada pengalihan penggunaan komoditas seperti ini," kata Ilman. 

Koreksi data juga berpengaruh pada kebijakan lain yang dikeluarkan Kementan, seperti subsidi. Jika setelah koreksi data terbukti bahwa produksi jagung tidak sebanyak yang dilaporkan oleh Kementan, maka Kementan harus mengubah mekanisme subsidi yang diberlakukan saat ini. Misal, penerapan klasifikasi pasar pada skema subsidi benih jagung hibrida lewat UPSUS.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membebaskan Bulog untuk mengimpor jagung tanpa dibatasi kuota hingga Maret mendatang. Harga jagung yang berada di kisaran Rp 6.000 per kilogram saat ini masih terbilang tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement