Selasa 29 Jan 2019 20:18 WIB

Wapres JK: Negara Berutang tidak Hanya Indonesia

Negara berkembang dinilai wajar berutang untuk mempercepat pembangunan.

Red: Nur Aini
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (29/1).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan utang merupakan hal yang wajar dilakukan oleh negara berkembang untuk mempercepat pembangunan. Hal itu karena negara belum memiliki penerimaan besar untuk pembangunan.

"Saya katakan bahwa suatu negara untuk berkembang lebih cepat harus membangun masa depannya, yang tentu belum ada penerimaannya. Jadi artinya berutang, di negara-negara apa saja begitu," kata Wapres JK kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/1).

Dia mencontohkan Amerika Serikat berutang dalam bentuk mencetak uang, serta Jepang yang berutang pada lembaga keuangan atau lembaga pensiun di negaranya.

"Di negara-negara apa saja, Jepang bersaing utang ke lembaga pensiun atau lembaga apa di negaranya, Amerika berutang dengan cara mencetak uang," katanya.

Kondisi di Indonesia, kata JK, memang belum seperti Jepang yang memiliki lembaga pengelola keuangan untuk digunakan modal pembangunan. Namun, Pemerintah saat ini mulai merintis lembaga-lembaga serupa yang keuntungannya bisa digunakan untuk investasi.

"Kita (Indonesia) tentu tidak banyak (punya lembaga pinjaman), ada juga lembaga-lembaga kita tapi tidak besar seperti BPJS kita itu, kan bisa dipakai untuk penanaman modal dan sebagainya," katanya.

Sementara itu, Kementerian Keuangan mencatat rasio utang pemerintah hingga akhir Desember 2018 mencapai 29,98 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp 4.418,3 triliun.

Realisasi total utang pemerintah Rp 4.418,3 triliun itu berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp 3.612,69 triliun dan pinjaman Rp 805,62 triliun.

Sebelumnya, Calon Presiden Prabowo Subianto menuding Menteri Keuangan era Jokowi-JK, Sri Mulyani, merupakan pemimpin sebuah lembaga pencetak utang bagi Indonesia.

Prabowo menilai kebijakan Pemerintah saat ini terlalu longgar dalam meminjam uang kepada negara dan lembaga asing, sehingga dianggap membebani kas negara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement