Selasa 29 Jan 2019 19:10 WIB

Pengamat: Serapan Jagung Bulog Lebih Optimal tanpa HPP

Bulog disarankan menyediakan gudang penyimpanan jagung sesuai standar.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Sejumlah pekerja merontokan biji jagung menggunakan mesin perontok di Desa Kajongan, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Rabu (24/10). Pemerintah menyetujui impor 100 ton jagung untuk dijual dengan harga Rp 4.500 per kilogram.
Foto: ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Sejumlah pekerja merontokan biji jagung menggunakan mesin perontok di Desa Kajongan, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Rabu (24/10). Pemerintah menyetujui impor 100 ton jagung untuk dijual dengan harga Rp 4.500 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai, penyerapan jagung oleh Perum Bulog akan lebih optimal tanpa diberlakukannya Harga Pokok Penjualan (HPP). Menurutnya, HPP justru mampu menghambat kerja Bulog untuk menyerap jagung dari petani.

Terhambatnya proses serapan beras tentu membuat target serapan jagung sebanyak 250.000 ton yang sudah dicanangkan dikhawatirkan tidak akan tercapai. HPP sebesar Rp 3.150 per kilogram akan mempersulit penyerapan karena harga di pasaran sudah lebih tinggi dari HPP.

Hal ini akan membuat petani lebih memilih menjual hasil panennya ke tengkulak yang menawarkan harga lebih tinggi dari HPP. "Walaupun begitu, petani juga tetap tidak akan untung karena hanya memiliki sedikit pilihan untuk menjual hasil panennya," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (29/1).

Ilman menuturkan, kemungkinan petani memutuskan menjual hasil panennya ke tengkulak pada akhirnya akan mengganggu pasokan. Dampak jangka panjangnya, turut mengganggu stabilitas harga jagung di pasaran.

Untuk itu, Ilman menganjurkan pemerintah tidak usah fokus dalam mematok harga jual beli. Pemerintah justru sebaiknya perlu meninjau ulang. "Bahkan, apabila perlu, mencabut skema HPP agar target serapan jagung bisa terpenuhi," ucapnya.

Selain itu, Ilman menambahkan, Bulog juga sebaiknya menyediakan gudang sesuai standar untuk penyimpanan jagung ke dalam tiga level seperti yang dilakukan untuk beras. Penyediaan gudang terstandar tersebut untuk menjaga kualitas jagung dan menyesuaikan kondisi pusat produksi jagung yang tersebar dalam skala keekonomian beragam. 

Ilman menjelaskan, pemerintah juga perlu mendorong kepala daerah bersama dengan koperasi desa atau petani jagung untuk membangun gudang sendiri. "Upaya ini akan berdampak positif karena sedari awal, hasil pasca panen dapat dijaga kualitasnya untuk menjamin harga yang tidak terlalu rendah," tuturnya.  

Dengan memastikan bahwa kualitas jagung dr petani dari awal sudah sangat baik, pemerintah tidak perlu lagi mengatur harga lewat penerapan HPP.

Ilman mengatakan, pembangunan gudang di sentra produksi yang dikelola oleh Pemda beserta koperasi petani jagung di masing-masing tempat juga diharapkan kualitas jagung dapat lebih bermutu dan bernilai jual tinggi. 

Apabila kondisi tersebut sudah tercapai, Ilman menjelaskan, peran HPP tidak diperlukan lagi. "Sebab, petani bisa mendapatkan margin dari penjualan jagung dengan kualitas yang lebih baik," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement