REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mencatat rasio utang pemerintah hingga akhir Desember 2018 mencapai 29,98 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Nilai ini setara Rp 4.418,3 triliun.
Dokumen APBN Kita edisi Januari 2019 yang diperoleh di Jakarta, Senin (28/1), menyatakan pengelolaan utang ini masih berada dalam kondisi prudensial dan akuntabel meski saat ini kondisi pasar sedang bergejolak. Realisasi rasio utang tersebut juga masih jauh di bawah batas rasio utang yang diperkenankan dalam Undang-Undang Keuangan Negara yaitu sebesar 60 persen terhadap PDB.
Realisasi total utang pemerintah Rp 4.418,3 triliun itu berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp 3.612,69 triliun dan pinjaman Rp 805,62 triliun. Dari penerbitan SBN, secara total penjualan obligasi dalam denominasi rupiah mencapai Rp 2.601,63 triliun dan valuta asing Rp 1.011,05 triliun.
Untuk pinjaman, yang berasal dari luar negeri mencapai Rp 799,04 triliun dan dalam negeri Rp 6,57 triliun. Meski demikian, pencapaian Rp 4.418,3 triliun itu mengalami kenaikan sebesar Rp 423 triliun dari posisi pada akhir Desember 2017 sebesar Rp 3.995,25 triliun.
Untuk 2019, pembiayaan anggaran pemerintah diproyeksikan makin menurun. Ketergantungan terhadap utang valuta asing, terutama dari penerbitan SBN ikut berkurang.
Hal ini didasarkan oleh upaya menghindari fluktuasi mata uang asing dan kemungkinan naiknya imbal hasil SBN akibat kebijakan moneter ketat dari Bank Sentral AS, perang dagang yang masih berlanjut dan Brexit jilid dua. Kemudian, adanya rencana penerbitan SBN ritel secara daring setiap bulan dalam rangka pendalaman pasar dalam negeri dan agar masyarakat dapat terus berpartisipasi dalam pembangunan di Indonesia.