REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mendukung kebijakan pemerintah untuk menghapus kewajiban penyertaan Laporan Surveyor (LS) ekspor. Dia mengatakan, eksportir berharap terjadi efisiensi prosedur untuk bisa menekan biaya.
"Barang tersebut akan meninggalkan Indonesia dan akan diinspeksi di negara tujuan ekspor. Jadi seharusnya, tidak perlu lagi diinspeksi di Indonesia agar ekspor menjadi lebih cepat dan lancar," kata Shinta ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (25/1).
Dia merekomendasikan untuk mengubah ketentuan penyertaan LS untuk produk ekspor kayu. Menurutnya, saat ini produk tersebut sudah harus memperoleh sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Selain itu, dia juga menyarankan penghapusan pemeriksaan ekspor terkait Sanitary and Phitosanitary (SPS) pada produk pertanian dan perikanan.
Akan tetapi, Shinta meminta agar komoditas yang akan diberi kemudahan tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan strategis pengembangan industri di Indonesia. Contohnya, kata Shinta, yakni ekspor mineral karena berkaitan dengan investasi pembangunan smelter di Indonesia.
Sementara itu, terkait pengembangan ekspor jangka menengah-panjang, Shinta meminta pemerintah untuk segera mendukung peningkatan daya saing industri di Indonesia. Salah satu hal yang dinanti pengusaha yakni insentif bagi perusahaan yang melakukan kerja sama dengan SMK untuk program link and match kemampuan pekerja.
Dia juga mengingatkan pemerintah adanya pelemahan pasar ekspor global pada 2019. Sehingga, dia menyarankan, pemerintah perlu segera membuka akses pasar baru.
"Pasar-pasar nontradisional seperti Afrika atau negara Balkan sulit menarik pelaku usaha baru untuk masuk kesana. Nah di sini pemerintah bisa membantu baik melalui FTA (kerja sama dagang), pembukaan trading house, dan insentif pionir bagi perusahaan tersebut," kata Shinta.