REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai saat ini masih cukup banyak ruang untuk meningkatkan porsi kredit pemilikan rumah (KPR) di Tanah Air. Peningkatan KPR akan mendorong perekonomian nasional.
"Masih banyak ruang untuk meningkatkan KPR," kata Manajer Departemen Makro Prudensial BI Bayu Adi Gunawan di Jakarta, Kamis (24/1). Menurutnya, rasio KPR terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2017 sebesar 2,9 persen atau lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Filipina yang 3,8 persen, Thailand 22,3 persen, Malaysia 38,4 persen atau Singapura yang sudah 44,8 persen.
Namun demikian, Bayu dalam paparannya menjelaskan pertumbuhan KPR di Indonesia pada periode Maret 2018 masih lebih tinggi yakni sebesar 32,3 persen dibandingkan Filipina yang 11,8 persen. "Masih banyak ruang bagi kita untuk mengembangkan sektor properti. Makanya, kita mencoba melonggarkan pada 2018 kemarin," katanya dalam diskusi Property Outlook 2019.
Kebijakan pelonggaran loan-to-value atau LTV dari BI yang diberlakukan pada tahun lalu. Tujuannya membuat bunga KPR masih dalam persentase yang memungkinkan konsumen properti membeli properti.
Dalam situs resminya, melalui kebijakan itu, BI memberikan kewenangan kepada industri perbankan untuk mengatur sendiri jumlah LTV/FTV dari kredit atau pembiayaan pertama sesuai dengan analisa bank terhadap debiturnya dan kebijakan manajemen risiko masing-masing bank. Kebijakan itu merupakan bagian dari bauran kebijakan yang ditujukan untuk mendorong perekonomian melalui pertumbuhan kredit properti secara nasional yang pada saat ini masih memiliki potensi akselerasi.
Selain itu, Bayu juga menyampaikan saat ini pangsa kepemilikan KPR oleh debitur milenial berusia 26-35 tahun mengalami peningkatan. Sedangkan pangsa KPR yang dimiliki oleh debitur usia 36-45 tahun justru mengalami penurunan sejak 2014.