Kamis 17 Jan 2019 10:00 WIB

Ini Empat Faktor Penyebab Ritel Tutup

Faktor demografi dan perubahan perilaku pelanggan menyebabkan toko ritel tutup.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Warga memilih barang di sebuah toko ritel modern. Pemerintah tengah menggodok skema kemitraan antara ritel modern dan warung kecil.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Warga memilih barang di sebuah toko ritel modern. Pemerintah tengah menggodok skema kemitraan antara ritel modern dan warung kecil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tutupnya beberapa gerai ritel yang terjadi disebabkan empat faktor. Salah satunya adalah keberadaan minimarket.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengatakan, ritel banyak dibangun pada periode 2005-2015. Namun, yang sering dilupakan adalah berdirinya minimarket seperti Alfamart dan Indomaret di tahun yang sama.

"Tadinya orang tuh senang jalan-jalan ke mall tapi lama-lama mereka melihat bahwa jalan-jalan ke sana macet segala macam dan belanjanya juga sama akhirnya terjadi pergeseran," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/1) malam.

Alasan tersebut membuat konsumen beralih untuk berbelanja di minimarket terdekat. Mall sebenarnya tetap menjadi tujuan konsumen, setidaknya satu bulan sekali bersama keluarga untuk makan.

"Berarti ritel-ritel yang ada di mal tersebut makin lama makin sedikit pasarnya," katanya.

Faktor kedua adalah pada era 2015 ke sini, banyak milenial yang sudah bekerja. Namun tingkah laku milenial ini berbeda lantaran lebih senang melakukan travel. Generasi milenial lebih memilih merasakan pengalaman-pengalaman baru. 

Baca juga, Solusi Agar Bisnis Ritel tidak Berguguran 

Sementara, gaji mereka tidak terlalu tinggi yang memaksanya untuk menabung dan berhemat termasak dalam membeli kebutuhan. Mereka tentunya membeli barang kebutuhan ukuran kecil di minimarket ketimbang ritel besar.

Generasi yang lebih tua pun mulai mengikuti gaya hidup traveling. Hal ini membuat perubahan pola belanja dan menabung yang membuat mereka mengurangi belanja di ritel-ritel.

"Mulai mati satu per satu. Prosesnya berjalan kurang lebih 20 tahun," ujarnya.

Ia menjelaskan, awal berdirinya mal terjadi akibat para pengusaha di bisnis tambang memutar uangnya ke properti. Properti yang banyak disasar adalah mal. Namun, dengan adanya uang yang begiu banyak membuat mall begitu menjamur dan ritel di dalamnya terlalu banyak.

"Jadi ada faktor demografis dan koreksi dan perubahan tingkah laku masyarakat," ujarnya.

Sedangkan faktor terakhir adalah mulai populernya toko-toko yang tidak ada di mall. Misalnya, toko-toko yang menjual peralatan outdoor, toko jilbab dan toko lainnya yang kini banyak berada di luar mall. Mereka juga banyak membuka penjualan secara online. 

"Jadi makin terdesak lagi dia," katanya.

Bahkan bukan hanya retail grocery seperti Hero yang tutup tapi juga operator ritel yang menjual pakaian dan elektronik di dalam mall.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement