Rabu 16 Jan 2019 19:41 WIB

OJK Yakin DP Kendaraan Nol Persen tak Picu Kredit Macet

OJK menerapkan persyaratan yang ketat terkait fasilitas DP kendaraan nol persen

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2 B Bambang W. Budiawan (kedua dari kiri) mengatakan Uang Muka atau Down Payment (DP) 0 persen pada kredit kendaraan bermotor ditetapkan sangat selektif. Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No.35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang mengatur hal ini.
Foto: Republika/Lida Puspaningtyas
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2 B Bambang W. Budiawan (kedua dari kiri) mengatakan Uang Muka atau Down Payment (DP) 0 persen pada kredit kendaraan bermotor ditetapkan sangat selektif. Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No.35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang mengatur hal ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketentuan uang muka atau down payment (DP) 0 persen pada kredit kendaraan bermotor ditetapkan sangat selektif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No.35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan yang mengatur hal ini.

Stimulus tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri pembiayaan dan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi. POJK yang merupakan perbaikan dari POJK sebelumnya ini diterbitkan juga untuk meningkatkan peranan perusahaan pembiayaan (PP) dalam perekonomian nasional.

Selain itu untuk meningkatkan pengaturan prudensial, dan meningkatkan perlindungan konsumen. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2 B Bambang W Budiawan mengatakan hanya perusahaan pembiayaan dengan Rasio Non Performing Financing (NPF) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) lebih rendah atau sama dengan satu persen yang bisa menerapkan DP 0 persen ini.

"Calon debiturnya juga harus sangat aman, artinya punya penghasilan tetap, dan punya catatan sangat baik," kata dia di kantor OJK, Kompleks Bank Indonesia, Rabu (16/1).

Bambang memastikan karakteristik perusahaan pembiayaan yang sehat ditandai dengan pemilihan atau seleksi segmen market yang jelas dan proses underwriting yang hati-hati. Dengan demikian tidak perlu dikhawatirkan akan memicu kenaikan NPF.

Ketentuan DP nol persen ini juga diharapkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan alternatif transportasi yang sesuai kemampuannya. Sementara perusahaan pembiayaan dengan NPF KKB 1-3 persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 10 persen dari harga jual kendaraan.

Bagi perusahaan pembiayaan yang memiliki NPF KKB 3-5 persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 15 persen dari harga jual kendaraan. Khusus untuk perusahaan dengan NPF KKB di atas lima persen wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 20 persen dari harga jual kendaraan.

POJK No. 35/POJK.05/2018 mengatur berbagai hal terkait bisnis Perusahaan Pembiayaan mulai dari Jenis Kegiatan Usaha dan perluasannya serta Cara Pembiayaan. Termasuk pembiayaan infrastruktur serta penggunaan sistem informasi dan teknologi yang terintegrasi oleh setiap Perusahaan Pembiayaan.

Tata cara penagihan diatur dalam beberapa aspek. Seperti mekanisme surat peringatan yang harus berisi minimal mengenai jumlah hari keterlambatan, outstanding pokok terutang, serta bunga dan denda yang terutang.

POJK juga memperbolehkan penagihan melalui pihak ketiga, dengan berbagai syarat ketat. Seperti harus berbadan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang dan memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan.

Selain itu, Perusahaan Pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain di bidang penagihan ini. Bambang mengatakan per November 2018, terdapat 185 perusahaan pembiayaan yang terdiri dari 182 konvensional dan tiga syariah. Selain itu, terdapat 33 perusahaan yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS).

"Kita inginkan agar POJK ini menjadi stimulus untuk memajukan Industri Keuangan Non-Bank kita, dan ini sudah sangat diperhitungkan agar tidak menambah masalah baru," katanya.

Ia memastikan penerapannya akan lebih dominan di kawasan non metropolitan sehingga tidak akan menambah kemacetan. Perkembangan industri pembiayaan secara umum masih menunjukkan pertumbuhan yang positif sampai dengan November 2018 dibandingkan dengan perkembangan tahun 2017.

Aset mengalami peningkatan menjadi Rp 500,39 triliun atau tumbuh sebesar 6,12 persen (yoy). Komposisi Aset Industri perusahaan pembiayaan terdiri dari Aset konvensional sebesar Rp 477,51 triliun atau sebesar 95,43 persen. Aset perusahaan pembiayaan syariah sebesar Rp 22,88 triliun atau sebesar 4,57 persen.

Selain itu, berdasarkan status kepemilikan, komposisi aset industri terdiri dari aset yang terafiliasi dengan ATPM sebesar Rp 213,07 triliun (30 perusahaan pembiayaan) atau sebesar 42,58 persen, aset PP yang terafiliasi dengan Bank sebesar Rp 158,87 triliun (33 PP) atau sebesar 31,75 persen dan aset PP yang tidak terafiliasi sebesar Rp 128,46 triliun (122 PP) atau sebesar 25,67 persen.

Piutang pembiayaan mengalami pertumbuhan sebesar 5,14 persen (yoy) dengan nilai outstanding per November 2018 mencapai Rp 433,86 triliun. Piutang pembiayaan ini terdiri dari pembiayaan multiguna sebesar Rp 254,29 triliun (58,61 persen), Pembiayaan Investasi sebesar Rp 135,69 triliun (31,27 persen), Pembiayaan Modal Kerja sebesar Rp 23,87 triliun (5,50 persen).

Sementara pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebesar 19,87 triliun dan sisanya adalah pembiayaan lainnya berdasarkan persetujuan OJK. Berdasarkan hasil analisis laporan bulanan PP periode Desember 2016 sampai dengan November 2018, NPF industri PP menunjukkan perbaikan. Dari rasio NPF 3,08 persen pada November 2017 menjadi 2,83 persen pada November 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement