Senin 14 Jan 2019 14:59 WIB

Asosiasi E-Commerce: PMK 210 Hambat Pertumbuhan UMKM

Masih banyak pelaku UMKM yang statusnya masih coba-coba.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Geliat industri sutra UMKM Jawa Barat.
Foto: Republika/Erik Iskandarsjah Z
Geliat industri sutra UMKM Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi E-Commerce Indonesia (Idea) menilai terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 Tahun 2019 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dapat menghambat pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Idea bersama pelaku industri mengajak para pemangku kepentingan mencari jalan tengah dalam proses implementasinya.

Ketua Umum Idea Ignatius Untung mengatakan, aturan tersebut terbit tanpa adanya sosialisasi. "Dikhawatirkan mematikan potensi e-commerce sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin, (14/1).

Ia menjelaskan, platform marketplace kini telah dianggap sebagai pembuka peluang bagi para pelaku UMKM. Alasannya, risiko yang ditawarkan e-commerce relatif minim karena tidak perlu menyewa toko, pegawai, meminimalisasi biaya promosi. 

"Antusiasme masyarakat untuk membeli dari platform online juga meningkat pesat," ujar Ignatius. Dirinya menyebutkan, studi McKinsey pada 2018 pun menyebutkan, pada 2022 mendatang perdagangan online akan menciptakan 26 juta lapangan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. 

"Jadi Idea melihat pemberlakuan PMK 210 tentang pajak e-commerce bisa terlihat sebagai entry barrier (halangan). Ini sama sekali tidak mempermudah perjuangan mereka dalam bertahan dan mengembangkan usaha (UMKM) justru membebani mereka," kata Ignatius.

Studi Idea dan fakta di lapangan, kata dia, menunjukkan masih banyak pengusaha mikro yang masih pada level coba-coba. Dengan begitu belum tentu bertahan dalam beberapa bulan ke depan. 

"Prioritas mereka pada tahap ini yaitu untuk membangun bisnis yang bertahan atau sustain sekaligus mempertahankan konsistensi usaha. Baru selanjutnya memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)," jelasnya.

Idea meminta Kementerian Keuangan menunda dan mengkaji ulang pemberlakuan PMK 210 sambil bersama-sama melakukan kajian untuk menemukan rumusan tepat. Apalagi menurutnya, penerbitan aturan ini minim studi, uji publik, serta sosialisasi hingga kesepakatan tersedianya infrastruktur juga sistem untuk melakukan validasi NPWP seperti disebut dalam PMK 210.

Sebagai informasi, merujuk pada studi Idea 2017 yang melibatkan 1.765 pelaku UKM di 18 kota di Indonesia, sebanyak 80 persen pelaku UKM masuk kategori mikro. Kemudian 15 persen di antaranya masuk kategori kecil, hanya lima persen yang sudah bisa dikatakan masuk usaha menengah.

"Artinya besar kemungkinan 80 persen dari pelaku UKM masih berjuang untuk bertahan. Meliputi menguji bisnis mereka, sebelum bisa membesarkan usahanya," tutur Ignatius. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement