Senin 14 Jan 2019 04:44 WIB

Menperin Pacu Industri Hortikultura di Gorontalo

Kebijakan hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Airlangga Hartarto
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Airlangga Hartarto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, potensi industri pengolahan komoditas hortikultura di Provinsi Gorontalo merupakan langkah strategis ini untuk kebijakan hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri. Hal itu juga bisa menjadi solusi guna mendongkrak harga komoditas seperti kopra dalam jangka panjang.

"Kami bertekad untuk fokus mendorong sektor industri pengolahan produk hortikulura di Gorontalo. Selain karena potensi alamnya yang melimpah, produk industri kami harus berbasis bahan baku dalam negeri dengan kualitas yang mampu kompetitif di pasar ekspor," ujarnya,  Senin ( 14/1).

Airlangga melanjutkan, pihaknya terus menggenjot diversifikasi pada produk komoditas hortikultura untuk memenuhi permintaan ekspor. Selain itu, produksi hortikultura akan dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman di dalam negeri. Sebagai penyerap produk hasil pertanian dan perkebunan, industri makanan dan minuman memiliki konsistensi kinerja yang gemilang dengan mampu mengatrol baik pertumbuhan industri pengolahan nonmigas maupun ekonomi nasional.

"Hal ini terlihat dari kontribusi sektor makanan dan minuman sebesar 35,73 persen terhadap PDB industri non-migas pada triwulan III tahun 2018," katanya.

Namun, saat ini harus mengurangi ketergantungan impor bahan baku produk pertanian sehingga bisa meningkatkan efisiensi di semua rantai nilai industri. Sepanjang tahun 2018, nilai ekspor produk hortikultura segar dan olahan diproyeksi mencapai Rp2,23 triliun.

Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Gorontalo, pada tahun 2018, jumlah industri skala besar dan sedang terdapat 20 perusahaan dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 7.693 orang. Sedangkan, industri mikro dan kecil mencapai 12.360 unit usaha dengan melibatkan 31.910 tenaga kerja.

Sektor perkebunan kelapa menjadi prospek andalan berlangsungnya produksi pabrik tepung kelapa dan nata de coco di Kabupaten Gorontalo. Sementara itu, di Provinsi Gorontalo, juga terdapat satu kawasan industri yaitu Kawasan Industri Agro Terpadu (KIAT) di Kabupaten Bone Bolango.

"Terbukti dengan investasi Rp500 miliar, PT HGI bisa menghasilkan devisa ekspor sebesar Rp1,5 triliun. Selain itu, kami meninjau pabrik tepung kelapa PT Royal Coconut yang investasi awalnya Rp100 miliar, saat ini ekspornya mencapai Rp300 miliar. Artinya, ada potensi-potensi Gorontalo dengan industri berbasis hortikultura, dan ini yang akan kami dorong," jelasnya.

Oleh karena itu, tugas pemerintah pusat akan menyiapkan skema insentif bagi industri di daerah. Salah satunya dalam hal penelitian dan pengembangan produk agar kualitasnya semakin baik setiap tahun.

"Ini adalah industri yang diharapkan oleh pemerintah. Arahan Bapak Presiden Joko Widodo adalah industri pengolahan berbasis bahan baku dalam negeri. Nah, seperti di HGI ini karena produknya herbal untuk kesehatan, dan diproduksi dengan standar good manufacturing practice sehingga mempunyai pasar global," ucapnya.

Perlu diketahui, PT Royal Coconut di Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo merupakan perusahaan pembuatan tepung kelapa.  Perusahaan yang mempekerjakan 702 orang karyawan ini mampu menghasilkan 360 ton tepung per bulan dan menjadi komoditas ekspor di benua Eropa, Afrika dan Asia. Kendati demikian, PT HGI memiliki produk unggulannya, yakni obat herbal SoMan. Perusahaan yang mempekerjakan 204 orang tersebut mampu memproduksi 60 ribu botol per bulan yang juga telah memenuhi pasar ekspor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement