Selasa 08 Jan 2019 09:10 WIB

Kementan Tingkatkan Produksi Pajale dengan Tumpangsari

tumpangsari merupakan cara memanfaatkan persaingan lahan antar komoditas

Red: EH Ismail
Ilustrasi petani menanam dengan sistem tumpangsari
Ilustrasi petani menanam dengan sistem tumpangsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) terus menargetkan kenaikan produksi padi, jagung dan kedelai (Pajale) tahun ini, dengan penambahan luas tanam melalui berbagai terobosan seperti tumpangsari dan pemanfaatan lahan rawa. Sekertaris Dirjen Tanaman Pangan (Sesdit DTP), Maman Suherman mengatakan, tumpangsari merupakan cara memanfaatkan persaingan lahan antar komoditas.

"Tahun ini ditargetkan tumpangsari 1,05 juta ha atau setara luas pertanaman 2,1 juta hektare,” kata Maman.

Menurut Maman, lahan rawa yang dimiliki Indonesia sangat luas dan mulai dimanfaatkan sebagai pilot project sejak 2018. Untuk 2019, ditargetkan 500 ribu hektare rawa di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) di rawa dapat meningkatkan indeks pertanaman dan mengembangkan korporasi petani.

"Proyeksi produksi 2019 akan meningkat lebih tinggi lagi di banding 2018, dengan dukungan program peningkatan produksi, perbaikan prasarana dan sarana, penanganan pasca panen dan pengamanan produksi," ujar Maman.

Pelaksanaan Upsus Pajale, imbuhnya, sejak 2015 membuktikan kenaikan tajam luas tanam padi sebesar 2 juta ha. Dari 14 juta ha tahun 2014 menjadi 16 juta ha pada 2018.

Target Swasembada Padi dan Jagung Tercapai

Target swasembada padi dan jagung yang dicanangkan pemerintah telah tercapai. Pada 2018, produksi padi 83,04 juta ton GKG atau setara dengan 48,3 juta ton beras.

"Angka ini tercatat masih surplus karena konsumsinya lebih kecil sebesar 30,4 juta ton beras," jelas Maman.

Begitu juga dengan jagung, 2018 produksi jagung 30 juta ton PK, sedangkan perhitungan kebutuhan sekitar 17 juta ton PK. Masih ada perhitungan surplus sekitar 13 juta ton.

"Artinya swasembada padi dan jagung sudah bisa kita capai," pungkas Maman.

Sementara untuk komoditas kedelai, Maman menjelaskan, pemerintah masih berupaya mencapai swasembada. Namun begitu, tercatat selama lima tahun terakhir produksi kedelai di 2018 melonjak tajam sebesar 982 ribu.

NTP dan NTUP Naik, Petani Semakin Sejahtera

Naiknya angka produksi Pajale, juga sejalan dengan naiknya kesejahteraan petani. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Desember 2018 naik sebesar 0,04 persen menjadi 103,16 jika dibandingkan bulan sebelumnya.

Kepala BPS Suharyanto mengatakan, kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) naik sebesar 0,54 persen, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,50 persen.

NTP menunjukkan nilai tukar dari produk-produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga termasuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani. Sedangkan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Desember 2018 sebesar 112,21 atau naik 0,26 persen dibandingkan NTUP bulan sebelumnya.

Menurut Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri, peningkatan daya beli petani ini tidak dapat dilepaskan dari upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi dan mengendalikan harga di tingkat petani maupun konsumen.

"Di satu sisi, petani untung karena produk yang mereka hasilkan dibeli dengan harga tinggi. Di sisi lain, mereka pun bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok dengan harga terjangkau," kata Kuntoro Boga.

Sekretaris Dirjen Tanaman Pangan (Sesdit DTP), Maman Suherman menyimpulkan, dengan tercapainya swasembada padi, jagung, dan nilai tukar petani, maka telah tercapai salah satu tujuan Nawacita. Yaitu terwujudnya kemandirian ekonomi melalui kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement