Rabu 02 Jan 2019 20:42 WIB

BPS: Nilai Tukar Petani Naik pada Desember 2018

NTP menunjukkan nilai tukar produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi

Red: EH Ismail
Petani bawang merah dengan panen raya.
Petani bawang merah dengan panen raya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Desember 2018 naik sebesar 0,04 persen menjadi 103,16 jika dibandingkan bulan sebelumnya.

"Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) naik sebesar 0,54 persen, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,50 persen," kata Kepala BPS Suharyanto di Jakarta, Rabu (2/1).

NTP menunjukkan nilai tukar dari produk-produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga termasuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.

Kenaikan NTP Desember 2018 dipengaruhi oleh peningkatan subsektor tanaman pangan dan peternakan, masing-masing sebesar 0,75 persen dan 0,17 persen. Sedangkan, subsektor yang lain mengalami penurunan yaitu subsektor hortikultura sebesar 0,02 persen, tanaman perkebunan rakyat 1,16 persen, dan perikanan 0,04 persen.

BPS juga mencatat pada Desember 2018 NTP Provinsi Maluku mengalami kenaikan tertinggi sebesar 0,81 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan terbesar yakni 2,34 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.

Pada Desember 2018, terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,58 persen yang disebabkan naiknya indeks di seluruh kelompok penyusunan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT), terutama kelompok bahan makanan. Sedangkan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Desember 2018 sebesar 112,21 atau naik 0,26 persen dibandingkan NTUP bulan sebelumnya.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan, peningkatan daya beli petani tidak dapat dilepaskan dari upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi dan mengendalikan harga di tingkat petani maupun konsumen. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam mengurangi kesenjangan antara harga di tingkat petani dan konsumen.

"Upaya pemerintah dalam pengendalian harga di tingkat petani maupun tingkat konsumen ini berdampak pada peningkatan daya beli petani. Di satu sisi, petani untung krn produk yang mereka hasilkan dibeli dengan harga tinggi. Di sisi lain, mereka pun bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok dengan harga terjangkau," kata Kuntoro.

Kuntoro yakin, peningkatan daya beli petani tidak bisa dilepaskan dari berbagai kebijakan pemerintah yang membantu petani dalam menjalankan usaha taninya.

"Kementerian Pertanian secara kontinu memberikan insentif bagi petani, di antaranya melalui pemberian bantuan sarana produksi (saprodi) dan alat mesin pertanian. Selain itu, kami juga terus mendorong petani untuk terlibat dalam program asuransi, pertanian," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement