Kamis 27 Dec 2018 05:10 WIB

Pengusaha: Pemerintah Sebaiknya Fokus ke PPN dan PPh

Apindo menganjurkan pemerintah belajar dari negara tetangga terkait insentif pajak

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Tax Holiday (Ilustrasi)
Foto: Google
Tax Holiday (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, insentif seperti tax holiday tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengusaha. Sebab, insentif ini cenderung berefek lebih terhadap investasi atau penanaman modal dalam membangun perusahaan di Indonesia.

Begitupun dengan tax allowance atau fasilitas pengurangan pajak. Shinta menuturkan, fasilitas pajak yang berpengaruh adalah terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Keduanya, menurut Shinta, bersinggungan langsung ke pengusaha, khususnya pihak mereka yang fokus ekspor. "Sedangkan, selama ini, dua insentif ini (PPN dan PPh) masih belum banyak diperhatikan," ucapnya ketika dihubungi Republika, Rabu (26/12).

Shinta menganjurkan pemerintah untuk belajar dari negara tetangga. Singapura, misalnya, sudah memberlakukan PPh badan 17 persen sejak lama.

Sedangkan, di Indonesia, tarif pajak yang dikenakan terhadap badan usaha mencapai 25 persen. Penurunan ini sudah lama diajukan pengusaha, tapi belum ada tindak lanjut dari pemerintah.

Dengan penurunan PPh badan usaha, Shinta optimistis, daya saing ekonomi Indonesia dapat lebih tinggi di pasar internasional. Khususnya dari segi harga yang menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat.

Shinta mengatakan, pemerintah juga harus belajar dari negara lain tentang insentif yang mereka berikan kepada investor dan pengusaha. Hal ini dilakukan agar investor asing tidak berpindah ke negara lain hanya karena kebijakan di sana lebih mumpuni dan memberikan kenyamanan bagi mereka.

"Kalau dibiarkan terus, nanti investasi dalam negeri drop," ujarnya.

Selain mengurangi PPN dan PPh, Shinta menambahkan, insentif fiskal lainnya yang diharapkan penusaha adalah suku bunga bagi para eksportir. Saat ini, dari segi perbankan, pengusaha dengan fokus ekspor masih mengalami hambatan dari segi suku bunga yang terlampau tinggi.

Pengurangan besaran suku bunga dinilainya dapat mengurangi beban pengusaha, dibanding kebijakan tax holiday.

Shinta juga menilai, insentif tax holiday belum berjalan secara maksimal mengingat masih banyak hambatan bagi investor saat hendak mendaftar. Di antaranya, terkait keterbatasan sektor industri penerima tax holiday, proses administrasi yang membutuhkan waktu lama dan tenaga tidak sedikit.

"Syarat minimal investasi juga membuat calon investor memikirkan banyak pertimbangan sebelum menanamkan modal di Indonesia," katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adrianto mengatakan, pemerintah belum berencana menambah insentif fiskal maupun non fiskal untuk mendorong investasi di sektor manufaktur. Pihaknya akan fokus pada libur pajak atau tax holiday terlebih dahulu sampai menghasilkan investasi semaksimal mungkin.

Adrianto menjelaskan, pemerintah akan fokus pada membuat kebijakan dalam hal fiskal yang kredibel guna menjaga iklim investasi. Sebab, poin ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan dari investor.

"Makanya, kami menaruh prioritas terhadap tax holiday terlebih dahulu yang kami anggap sebagai kebijakan kredibel. Tapi, yang pasti, pemerintah akan terus mendorong kegiatan investasi," ujarnya kepada Republika, Rabu (26/12).

Adrianto menuturkan, mendorong investasi merupakan satu dari tiga fokus pemerintah untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, adalah menjaga inflasi guna daya beli tetap terjaga dan menguatkan kinerja ekspor industri sembari menjaga suasana iklim investasi maupun berusaha tetap kondusif.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat investasi sektor industri sepanjang 2018 mencapai Rp 226,18 triliun. Angka tersebut menurun sekitar 17,7 persen dari capaian tahun lalu yang sebesar Rp 274,8 triliun. Bahkan, dibanding dengan 2016, tingkat penurunan mencapai 32,64 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement