Rabu 26 Dec 2018 05:12 WIB

Ekonom: Benahi Regulasi Dulu untuk Dorong Investasi Industri

Tingginya pungutan di daerah membuat investasu sulit berkembang.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Pengamat Ekonomi Aviliani
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pengamat Ekonomi Aviliani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai, investasi di sektor manufaktur harus terus menjadi prioritas pemerintahan. Sebab, ini menjadi upaya kunci dan andalan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terus terpacu sekaligus membuka lapangan kerja.

Namun, Aviliani menilai, fakta saat ini menunjukkan bahwa sejumlah investor merasa tidak nyaman untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu alasan utamanya adalah regulasi yang masih belum harmonis antara pemerintah pusat dengan daerah. 

"Ini menyebabkan kebingungan pada investor," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/12). 

Selain itu, banyak peraturan daerah yang justru membuat iklim investasi dan berusaha menjadi semakin sulit. Alasannya, pemerintah ingin membuat kebijakan yang mampu menciptakan dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun, pada akhirnya, regulasi itu justru tidak fleksibel dan membuat investor dan pelaku usaha sulit berkembang. 

Aviliani menjelaskan, salah satu regulasi menghambat di tingkat daerah adalah terkait retribusi dan pungutan yang tinggi. Akibatnya, banyak investor merasa enggan menanamkan investasi di daerah tersebut karena dianggap mengurangi margin pendapatan di kemudian hari. 

Apabila dibiarkan terus menerus, Aviliani cemas investasi industri manufaktur akan terus menurun seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir. Apalagi, 2019 merupakan tahun politik, di mana perhelatan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif diadakan.

Baca juga, Industri Manufaktur Dongkrak Nilai Ekspor 

"Kondisinya semakin serba tidak pasti. Investor akan semakin wait and see kalau infrastruktur dasar seperti regulasi tidak dibenahi," ucapnya. 

Jika investasi sektor ini terus berkurang, Aviliani menilai, dampaknya pelaku industri akan menahan produksi. Sebab, besarnya modal yang dibutuhkan dalam industri manufaktur tidaklah sedikit. Terlebih bagi mereka yang mengadopsi teknologi terkini di era revolusi industri 4.0. 

Menciptakan iklim investasi yang baik harus menjadi prioritas utama seiring dengan keinginan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjadikan industri manufaktur sebagai sektor yang diandalkan guna berkontribusi lebih dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Hal ini dilakukan sebagai upaya memperbaiki neraca perdagangan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri manufaktur nasional sanggup berdaya saing di kancah global. Salah satunya terlihat dari kontribusinya terhadap total ekspor nasional yang terbilang signifikan. "Saat ini, ekspor produk industri manufakur memberikan kontribusi mencapai 72,28 persen dari total ekspor nasional," ujarnya.

Kemenperin mencatat, nilai ekspor produk manufaktur terus meningkat setiap tahun. Hingga Desember 2018, mampu menembus 130,74 miliar dolar AS atau naik 4,51 persen dibanding capaian tahun 2017 sebesar 125,10 miliar dolar AS. Tahun 2016 sekitar 110,50 miliar dolar AS dan tahun 2015 di angka 108,60 miliar dolar AS.

Menurut Airlangga, dalam upaya mendorong peningkatan ekspor dari industri manufaktur, diperlukan langkah untuk memacu investasi atau ekspansi guna perluasan usaha. Hingga Desember 2018, investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp 226,18 triliun. Selain menumbuhkan populasi industri, investasi dapat memperdalam struktur industri di dalam negeri sehingga berperan sebagai substitusi impor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement