Rabu 19 Dec 2018 16:42 WIB

Inalum Ikut Bayar Denda Lingkungan Pertambangan Freeport

Uang denda wajib dibayarkan paling lambat 24 bulan pascatransaksi divestasi Freeport

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Jajaran Direksi & Management INALUM (dari kiri ke kanan) : SEVP Pengembangan Bisnis, Dante Sinaga, Direktur Produksi,  S.S.Sijabat, Direktur Layanan Strategis, Ogi Prastomiyono, Direktur Utama, Budi G. Sadikin, Direktur Pengembangan Bisnis (Merangkap Direktur Pelaksana) Oggy A. Kosasih, Direktur Umum dan Human Capital,  Carry EF. Mumbunan, dan SEVP Finance, Anton Herdianto.
Foto: Inalum
Jajaran Direksi & Management INALUM (dari kiri ke kanan) : SEVP Pengembangan Bisnis, Dante Sinaga, Direktur Produksi, S.S.Sijabat, Direktur Layanan Strategis, Ogi Prastomiyono, Direktur Utama, Budi G. Sadikin, Direktur Pengembangan Bisnis (Merangkap Direktur Pelaksana) Oggy A. Kosasih, Direktur Umum dan Human Capital, Carry EF. Mumbunan, dan SEVP Finance, Anton Herdianto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia (FI) wajib membayar denda lingkungan yang diakibatkan atas aktivitas pertambangan sebesar Rp 460 miliar. Sedangkan kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kelebihan bayar reklamasi sebesar 1,6 juta dolar AS juga wajib dibayarkan oleh PTFI.

Dikarenakan Pemerintah Indonesia juga memiliki saham di PTFI sebesar 9,36 persen, maka pemerintah Indonesia tetap berkewajiban untuk ikut serta membayar denda dan kekurangan PNBP tersebut. Yang akan membayar bagian tersebut adalah PT Inalum.

Corporate Communication Inalum, Rendy Witoelar menjelaskan Inalum akan ikut serta dalam membayar denda tersebut. Hanya saja kata Rendy porsi pembayaran sesuai dengan kepemilikan saham, yakni sebesar 9,36 persen.

"Kami membayar dengan porsi pemegang saham lama sebesar 9,36 persen. Bukan sebagai mayoritas saat ini," ujar Rendy, Kamis (19/12).

Hal ini penting, sebab PTFI berkewajiban membayar kerugian dan denda ini paling lambat 24 bulan setelah alih kontrak dan transaksi divestasi dilakukan.

Sedangkan untuk kerugian tailing, PTFI bersama Pemerintah Indonesia membuat roadmap untuk penyelesaian ini. Sebab, langkah ini dilakukan sebab penyelesaian soal tailing ini merupakan persoalan besar.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menjelaskan langkah-langkah rencana aksi penanganan limbah tailing secara umum meliputi pembangunan tanggul rendah, multi tanggul dan hydrolik mulai dari hulu, pengurangan sedimen tailing dan non tailing dengan proses isolasi, memperluas penanaman mangrove serta pemanfaatan tailing.

"Jadi roadmap yang disiapkan PTFI difasilitasi pemerintah itu dilakukan dalam bentuk penyusunan kajian. Ini sudah selesai. Kemudian dia akan dilengkapi studi yang rinci," katanya.

Siti memaparkan, rencana aksi penanganan limbah tailing disusun untuk 12 tahun ke depan. Prosesnya bertahap dan sistematis yang dibagi dalam dua periode yakni 2018 sampai 2024 dan 2025 sampai 2030.

"Roadmap pertama. 2018 - 2024. Itu pertama. Lalu roadmap berikutnya 2025-2030. Dalam rangka itu, pemerintah akan terus melakukan monitoring dan pengawasan. Ada indikator yang akan menjadi acuan," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement