REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri financial technology (fintech) terutama peer-to-peer (P2P) lending masih menghadapi tantangan pada tahun depan. Pelaku fintech perlu mengantisipasi tantangan yang ada pada tahun politik tersebut.
Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan, tantangan pertama terkait risiko kredit (credit risk). "Jadi bagaimana antisipasinya tahun depan, apalagi 2019 merupakan tahun politik," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu, (12/12).
Menurutnya masih ada ketidakpastian di pasar Indonesia. Maka, Adrian mengatakan, tantangan pada 2019 tidak hanya dihadapi fintech P2P lending tapi juga perbankan. "Karena di tahun politik akan terjadi volatility di market," katanya.
Tantangan kedua, kata dia, yakni bagaimana fintech dapat menjaga Operating Expenditure (opex) agar efisien. Bila fintech P2P lending bisa melakukan itu, berarti bisa menghadapi gejolak yang ada di tahun depan.
Tantangan ketiga, baginya, masih berkaitan dengan edukasi masyarakat. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang belum tahu soal fintech.
"Maka kita lakukan sosialisasi terus. Media juga kita minta bantuannya untuk dapat menginformasikan ke masyarakat perbedaan fintech dengan lembaga keuangan lainnya," tutur Adrian.
Lebih lanjut, kata dia, tahun depan ditargetkan total penyaluran pinjaman dari fintech P2P lending ke masyarakat mencapai Rp 20 triliun lebih. Sebelumnya data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2018 mencatat, jumlah penyaluran pinjaman tersebut sudah menembus Rp 13,8 triliun.