Senin 10 Dec 2018 12:54 WIB

Industri Halal dan Syariah Malaysia Unggul, Apa Faktornya?

Pangsa pasar perbankan syariah Malaysia sebesar 21 persen, Indonesia 5.7 persen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nashih Nashrullah
Petugas melayani nasabah di Bank Mega Syariah, Jakarta,Rabu (28/11).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani nasabah di Bank Mega Syariah, Jakarta,Rabu (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengembangan pusat halal dan syariah, Indonesia dinilai masih kalah dengan Malaysia. Pasalnya, tidak hanya di dalam negerinya, Malaysia punn memiliki pusat halal dan syariah di beberapa negara lain.     

"Harus jujur, kita tertinggal dari negeri jiran soal halal dan syariah center. Mereka tidak hanya ada di Kuala Lumpur, tapi juga di Cina dan Korea Selatan," ujar Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Profesor Asep Saefuddin dalam sambutannya di Gedung UAI, Jakarta, Senin, (10/12). 

Padahal, kata dia, penduduk Malaysia tidak sebanyak Indonesia. Hanya saja mereka bisa memperluas pengembangan industri halal dan ekonomi syariah.

"Mungkin kita instant society yang ingin serba cepat. Padahal sistem syariah punya efek berkeadilan bagi nasabah syariah dan dari sisi ilmu pengetahuan itu luar biasa," jelasnya. 

Saat ini, katanya, selain di Kuala Lumpur, syariah center ada pula di London serta beberapa negara lainnya.  "Di Indonesia ada tapi nggak terlalu terkenal," ujar Profesor Asep. 

Sebagai informasi, dari sisi pangsa pasar atau market share perbankan syariah. Di Indonesia baru sekitar 5,7 persen sedangkan di Malaysia, sudah di atas 21 persen. 

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan, perkembangan industri keuangan syariah sampai Maret 2018 terus naik terlihat dari perbankan syariah yang mencatatkan aset Rp 439,32 triliun atau tumbuh 19,33 persen year on year (yoy). Dengan pembiayaan Rp 294,7 triliun atau tumbuh 14,41 persen yoy, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 347,15 triliun atau tumbuh 18,81 persen yoy. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement