REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Peternak Layer Nasional Ki Musbar mempertanyakan sikap Bulog yang belum merealisasikan impor jagung sampai saat ini. Padahal, peternak sudah 'berteriak', meminta suplai tambahan sejak lama mengingat harga jagung yang sudah terlampau tinggi.
Sejauh ini, peternak harus membeli jagung hingga Rp 6.000 per kilogram atau 50 persen lebih mahal dibanding dengan ketentuan Peraturan Kementerian Perdagangan, yakni Rp 4.000 per kilogram.
Musbar mengatakan, alasan Bulog ingin menyesuaikan jumlah impor dengan kebutuhan jagung bukanlah hal tepat. Sebab, peternak sudah memberikan angka kebutuhan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai kementerian teknis yang mengurus jagung pakan. "Pihak Kementan juga sudah memberikan info kepada Bulog bahwa kebutuhan kami adalah 210ribu ton per bulan," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/11).
Musbar menambahkan, Bulog tidak memiliki otoritas dan kemampuan dalam melakukan perhitungan. Bulog lebih tepatnya bertindak sebagai operator atau pelaksana atas instruksi Kementan. Apalagi, izin impor jagung ini sudah diteken oleh Kementerian Perdagangan sejak beberapa waktu lalu.
Musbar meminta agar Bulog segera merealisasikan impor jagung. Sebab, para peternak sudah semakin mengeluh dengan tingginya harga jagung. Apabila didiamkan terus, ini akan berefek terhadap masyarakat melalui kenaikan harga daging ayam dan telur di pasaran.
Selain realisasi impor, Musbar juga mempertanyakan hasil pinjaman jagung 10 ribu ton dari dua perusahaan pakan ternak (feedmill) besar, yakni Charoen Pokphan dan Japfa. Sampai saat ini, peternaknya belum bisa mendapatkan jagung tersebut.
Musbar mengatakan, salah satu peternak rakyatnya di Blitar bahkan sudah menyetorkan uang kepada Bulog divisi regional Jawa timur. Uang itu untuk membeli jagung 139 ribu ton. "Kalau segitu, sama saja Rp 139 ribu dikali Rp 4.000 (harga jagung per kilogram dari Bulog). Uang sudah hampir sepekan disetor tapi belum turun," ujarnya.
Setelah ditanyakan kepada pihak Bulog, Misbar mengatakan, alasan yang disampaikan adalah ketersediaan. Menurut Bulog divisi regional Jawa Timur, mereka belum memiliki stok untuk memenuhi kebutuhan peternak. Apabila memang tidak tersedia, Misbar berharap, Bulog mengembalikan uang tersebut kepada peternak.
Misbar menambahkan, ada kemungkinan perjanjian kerja sama (PKS) antara pemerintah dengan dua feedmill belum masuk dalam regulasi. "Apa memang memungkinkan, BUMN meminjam barang dari swasta? Kalau memang belum selesai, jangan bicara dulu, sehingga peternak saya setor uang," ucapnya.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmoko juga mempertanyakan hal yang sama. Menurutnya, jagung pinjaman tersebut, masih mengalami kendala distribusi ke peternak.
Singgih menjelaskan, berdasarkan laporan teman-teman di lapangan, terjadi kesendatan distribusi. Padahal, pada pekan lalu, distribusi masih terbilang lancar yang kemudian terhambat mulai pekan ini. "Saya juga nggak tahu kenapa," ujarnya.
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian Sugiono menilai, meminjam jagung kepada perusahaan pakan ternak besar (feedmill) patut dilakukan saat ini. Sebab, sudah terjadi kekurangan jagung di lapangan yang menyebabkan peternak mengalami kesulitan dalam memberi pakan kepada ternak-ternaknya.
Sugiono menuturkan, pinjaman dilakukan terhadap beberapa perusahaan. Dua di antaranya merupakan Charoen Pokphan dan Japfa sebanyak 10 ribu ton. Sisanya akan ditunggu sampai akhir tahun guna memenuhi kebutuhan peternak. "Saat ini, sudah ada 1.500 dari Charoen Pokphan yang dipinjamkan pekan lalu," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (18/11).
Baca juga, Harga Semakin Tinggi, Asosiasi Minta Impor Jagung Dipercepat