REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Selasa (20/11) waktu setempat ketika Presiden AS Donald Trump menegaskan kembali bahwa Arab Saudi sebagai 'sekutu besar'. Trump juga mengisyaratkan tidak akan menghukum putra mahkota Saudi atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Trump mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Gedung Putih bahwa sangat mungkin Putra Mahkota memiliki pengetahuan tentang peristiwa tragis ini. Trump juga mengatakan mungkin saja dia melakukannya dan mungkin dia tidak."
"Amerika Serikat bermaksud untuk tetap menjadi mitra setia Arab Saudi guna memastikan kepentingan negara kami, Israel dan semua mitra lainnya di kawasan itu," katanya. Trump juga mengatakan bahwa Arab Saudi telah bekerja sama dengan AS dan sangat responsif terhadap permintaan Trump untuk menjaga harga minyak pada tingkat yang wajar.
Pernyataan Trump datang dua minggu sebelum pertemuan antara OPEC yang dipimpin Saudi dan produsen minyak lainnya di dunia untuk membahas tentang potensi pengurangan produksi dan potensi kebijakan minyak global pada Desember. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengatasi kelebihan pasokan saat ini yang mengkhawatirkan investor.
Trump, melalui Twitter pekan lalu, menyuarakan penentangannya terhadap pemotongan produksi minyak oleh Arab Saudi dan OPEC, mengatakan bahwa harga minyak harus jauh lebih rendah berdasarkan pasokan. Namun, para analis meragukan apakah Riyadh akan mendukung Trump dalam mempertahankan tingkat produksi minyak saat ini, pada saat ketakutan atas surplus pasokan telah membebani harga minyak secara terus menerus.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, merosot 3,33 dolar AS menjadi menetap di 53,43 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari, jatuh 4,26 dolar AS menjadi ditutup pada 62,53 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.