Jumat 16 Nov 2018 15:40 WIB

Kementan Dorong Pemanfaatan Halaman untuk Penyediaan Pangan

Lahan halaman rumah bisa ditanami berbagai tanaman seperti sayuran dan buah.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Gita Amanda
Ibu-ibu perumahan di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat memproduksi minuman jamu dari halaman rumah dan dipasarkan hingga ke beberapa daerah Jumat (16/11).
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Ibu-ibu perumahan di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat memproduksi minuman jamu dari halaman rumah dan dipasarkan hingga ke beberapa daerah Jumat (16/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesulitan infrastruktur membuat akses masyarakat kesulitan mendapat pangan. Kementerian Pertanian (Kementan), turun tangan dalam menghadirkan pangan di dalam wilayah tersebut.

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengatakan, hal ini pula yang menyebabkan wilayah timur Indonesia banyak masuk kategori rentan rawan pangan. "Contohnya, Kabupaten Maluku Tengah yang harus memenuhi kebutuhannya dari dalam wilayah itu sendiri," ujarnya, Jumat (16/11).

Padahal ketahanan pangan menjadi hal yang harus dicapai dari lingkup terkecil sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 18 tahun 2012 mengamanatkan bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Suatu rumah tangga harus dapat mengakses pangan dengan mudah dengan memanfaatkan sumber daya atau aset yang mereka miliki, sehingga pangan dapat tersedia setiap saat untuk kebutuhan keluarga. 

"Salah satu aset yang dimiliki oleh rumah tangga untuk mendukung penyediaan pangan bagi keluarga adalah lahan pekarangan rumah," ujarnya. Lahan ini bisa ditanami berbagai tanaman seperti sayuran dan buah. Namun, komoditas yang ditekankan untuk ditanam adalah komoditas unggulan daerah.

Program Kelompok Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Kawasan Mandiri Pangan (KMP) yang dimiliki BKP ini berkontribusi terhadap penurunan kerentanan pangan wilayah. Sebanyak 8.814 KRPL tersebar secara nasional dan ada 428 kelompok KMP.

Ia menjelaskan, saat ini pihaknya telah memiliki instrumen untuk memetakan daerah yang rentan terhadap kerawanan pangan yakni menggunakan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) yang datanya diperbaharui setiap periode tertentu. FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator yang komprehensif tentang kerentanan terhadap kerawanan pangan. Sehingga dapat diketahui di mana daerah yang rentan terhadap kerawanan pangan serta mengapa daerah tersebut rentan terhadap kerawanan pangan.

FSVA disusun dengan menggunakan sembilan indikator yang merupakan turunan dari tiga aspek ketahanan pangan yaitu faktor ketersediaan, faktor keterjangkauan dan faktor pemanfaatan. Di masing-masing wilayah yang terjadi kondisi rawan pangan disebabkan oleh faktor yang berbeda. Karena itu penanganan daerah rentan pangan disesuaikan dengan faktor penyebabnya.

"Berdasarkan Peta FSVA 2018, terjadi peningkatan status ketahanan pangan menjadi lebih tahan pangan di  177 kabupaten dari  jika dibandingkan dengan FSVA 2015," kata Agung.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kedua kegiatan yang dilakukan BKP menyentuh langsung masyarakat yang rentan rawan pangan dan miskin. Bahkan untuk KRPL, lokasi kegiatannya bersentuhan langsung pada daerah-daerah stunting.

Seiring dengan meningkatnya pembangunan pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia, berbagai terobosan telah membawa dampak signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah rumah tangga miskin pada Maret 2018 sebesar 15,81 juta jiwa.

Angka ini menunjukkan telah terjadi penurunan sebesar 10,88 persen jika dibandingkan periode yang sama pada Maret 2013 yang mencapai 17,74 juta jiwa. Adanya penurunan jumlah KK miskin, menunjukan bahwa pembangunan yang dilaksanakan berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement