REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komoditas pangan menjadi penyumbang inflasi yang cukup besar bagi Indonesia terutama beras. Namun ada hal lain yang perlu diwaspadai adalah bergesernya pola konsumsi masyarakat.
Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, masyarakat mulai beralih dari konsumsi karbohidrat ke konsumsi kaya protein. Itu artinya, konsumsi protein akan tumbuh lebih epat dibanding konsumsi karbohidrat.
Pertumbuhan penduduk terutama kelas menengah, laju urbanisasi yang tinggi dan pemahaman yang lebih baik tentang pangan dan kesehatan menjadi penyebab perubahan dalam pola permintaan pangan di masa mendatang.
"Contohnya untuk beras, bahwa semakin tinggi income seseorang konsumsi berasnya mendatar. Makin tinggi pendapatan, konsumsi kedelai melambat," katanya dalam acara Konferensi Pers Indef 'Mewaspadai Inflasi Pangan' di Restoran Rantang Ibu, Kamis (15/11).
Sebaliknya, ia melanjutkan, semakin tinggi pendapatan seseorang membuat konsumsi daging semakin tinggi. Hal ini tentunya perlu segera disikapi karena program utama pemerintah yang kini fokus pada produksi padi akan ditinggalkan.
"Kalau pemerintah tidak bisa memitigasi (perubahan pola konsumsi, red), ya kekurangan dan berpotensi impor," ujarnya.
Impor yang berpotensi akan membesar adalah sumber protein seperti sapi dan unggas. Untuk unggas, ia menambahkan, jagung sebgaai pakan utama harus disiapkan dengan baik seiring dengan tingginya permintaan unggas di masa mendatang.