REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal III 2018 dalam kondisi terjaga. Hal itu berdasarkan hasil pemantauan lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terhadap perkembangan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan.
"KSSK menyimpulkan stabilitas sistem keuangan kuartal III 2018 secara keseluruhan relatif terjaga," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/11).
KSSK memandang dinamika fundamental perekonomian masih berada pada kondisi yang terkendali. Kondisi ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terjaga, tingkat inflasi yang stabil, dan berada pada level yang rendah. Selain itu, cadangan devisa berada pada level yang memadai, volatilitas nilai tukar yang terkendali, serta defisit APBN dan keseimbangan primer yang lebih baik dari periode sebelumnya.
Hal yang sama ditunjukkan oleh indikator sistem keuangan sebagaimana tercermin dari kinerja perbankan antara lain meningkatnya fungsi intermediasi, risiko kredit yang terkendali, serta kapasitas permodalan yang memadai.
Kendati demikian, kata Sri, terdapat potensi risiko utama yang patut dicermati yang berasal dari arah kebijakan pemerintah AS dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonominya. Hal itu pun berdampak signifikan terhadap perekonomian dunia, khususnya mitra dagang utama AS.
Sementara, dari dalam negeri, potensi risiko masih berasal dari defisit transaksi berjalan yang terus melebar, nilai tukar yang terus tertekan, serta ketergantungan pada ekspor komoditas tertentu.
Di bidang fiskal, Kementerian Keuangan berupaya meningkatkan kinerja APBN dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan anggaran. Sampai dengan kuartal III 2018, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai 69,26 persen atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 63,53 persen. Sementara, realisasi belanja negara mencapai 68,11 persen atau lebih tinggi dari capaian sebesar 64,45 persen pada tahun sebelumnya.
Dengan perkembangan tersebut, defisit anggaran tercatat sebesar 1,35 persen terhadap PDB, lebih baik dari defisit anggaran sebesar 2 persen pada tahun sebelumnya. "Dengan memerhatikan kinerja anggaran tersebut serta perkembangan asumsi makro terkini, proyeksi defisit anggaran pada akhir tahun 2018 diperkirakan mencapai 1,83 persen terhadap PDB, lebih rendah dari target APBN 2018 sebesar 2,19 persen," kata Sri.
Di bidang moneter, Bank Indonesia berkomitmen menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik untuk memperkuat ketahanan eksternal Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, BI sejak Mei 2018 telah menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 150 basis poin hingga menjadi 5,75 persen.
"Bl juga akan memberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dalam rangka mempercepat pendalaman pasar valas serta memberikan alternatif instrumen lindung nilai bagi bank dan korporasi," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Mitigasi dalam skala internasional juga dilakukan Bl dengan memperkuat jaring pengaman keuangan internasional bekerja sama dengan otoritas dari beberapa negara. Di sela-sela rangkaian pertemuan tahunan lMF-Bank Dunia di Bali, BI dan Otoritas Moneter Singapura melakukan kesepakatan awal kerja sama keuangan dalam bentuk //bilateral swap and repo arrangements// senilai 10 miliar dolar AS.