REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi utang pemerintah pada September 2018 mencapai Rp 4.416,4 triliun. Angka itu meningkat dibandingkan posisi utang pemerintah pada Agustus 2018 yang sebesar Rp 4.363,2 triliun.
"Utang pemerintah sekitar Rp 4.400 triliun," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta pada Rabu (17/10).
Dalam dokumen kinerja APBN 2018 hingga September 2018, tercatat utang berupa Surat Berharga Negara (SBN) adalah sebesar Rp 3.593,3 triliun atau 81,36 persen dari total utang. SBN berdenominasi rupiah sebanyak Rp 2.537,2 triliun atau 57,45 persen dari total utang. Sementara, SBN berdenominasi valas sebanyak Rp 1.056,1 triliun atau 23,9 persen dari total utang.
Selain SBN, pemerintah juga menarik utang berupa pinjaman sebesar Rp 823,1 atau 18,64 persen dari total utang. Rasio utang pemerintah per akhir September tersebut setara dengan 30,5 persen PDB Indonesia. Rasio tersebut masih berada di bawah ambang batas 60 persen terhadap PDB seperti yang diatur dalam undang-undang Keuangan Negara.
Sementara itu, hingga akhir September 2018, realisasi pembiayaan utang telah mencapai Rp 304,94 triliun atau telah mencapai 76,4 persen dari target Rp399,22 triliun yang ditetapkan pada APBN 2018. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 21,62 persen.
Penurunan pembiayaan utang tersebut merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk meningkatkan kehati-hatian dalam menghadapi gejolak keuangan global. Pemerintah pun berupaya menjaga tingkat defisit APBN tetap rendah hingga mencapai 1,82 hingga dua persen terhadap PDB.
"Pembiayaan dari APBN kita turun. Ini menandakan kehati-hatian dengan situasi yang tidak pasti," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Baca juga, Pemerintah dan Banggar Sepakati Postur Sementara RAPBN 2019