Jumat 12 Oct 2018 12:11 WIB

Cina Cetak Rekor Tertinggi Perdagangan dengan AS

Nilai perdagangan Cina dengan AS meningkat sembilan persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Cina-Amerika
Foto: washingtonote
Bendera Cina-Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Nilai perdagangan Cina dengan Amerika Serikat (AS) melonjak ke rekor tertinggi pada September, yakni 34,1 miliar dolar AS. Nilai tersebut meningkat sekitar sembilan persen dibanding dengan pencapaian Agustus lalu yang menyentuh 31,05 miliar dolar AS pada Agustus.

Data ini didapatkan dari bea cukai Cina yang dirilis Jumat (12/10). Surplus pedagangan Cina dengan AS lebih besar dibanding dengan surplus perdagangan Cina secara keseluruhan yang mencapai 31,69 miliar dolar AS pada bulan September.

Tren ini menarik mengingat Negeri Tirai Bambu tersebut tengah menghadapi perang dagang dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Secara keseluruhan, ekspor Cina dalam denominasi dolar AS pada September melonjak 14,5 persen dari tahun lalu, mengalahkan prediksi analis Reuters yang hanya memperkirakan pertumbuhan 8,9 persen. Pada bulan Agustus, ekspor Cina tumbuh 9,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Sementara itu, untuk periode Januari sampai September, surplus perdagangan Cina dengan AS adalah 225,79 miliar dolar AS. Dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu atau year-on-year (yoy), naik 13 persen dari 196,01 miliar dolar AS.

Dilansir di Reuters, surplus perdagangan Cina yang besar dengan AS telah lama menjadi titik 'pedih' bagi Washington. Kondisi surplus juga menjadi pusat perselisihan sengit antara dua ekonomi terbesar di dunia itu.

Kondisi surplus semakin menguatkan, perekonomian Cina tetap berjalan meski adanya peningkatan ketegangan perdagangan dengan AS. Para ekonom mengatakan, fenomena ini sebagian besar disebabkan eksportir yang mendapat manfaat dengan meningkatnya pesanan sebelum pengenaan tarif dari AS. Tapi, angka tersebut cenderung menunjukkan 'stres' pada bulan depan.

Ekonom senior Cina di Capital Economics, Julian Evans-Pritchard menjelaskan, pertumbuhan global kemungkinan akan lebih dingin di kuartal-kuartal mendatang. Penetapan tarif oleh AS pun akan menjadi lebih terasa menghukum dibanding beberapa waktu lalu, sehingga ketahanan ekspor sulit untuk dipertahankan.

"Sementara itu, dengan pelonggaran kebijakan, tidak mungkin berpangku pada ekonomi domestik hingga pertengahan tahun depan, pertumbuhan impor akan lebih jauh melambat," tuturnya, dilansir di CNBC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement