Jumat 12 Oct 2018 13:45 WIB

OJK Dorong Fintech Kembangkan UMKM dan Keuangan Syariah

Fintech memiliki kekuatan penetrasi yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.

OJK menggelar seminar OJK Fintech Talk dengan tema “Utilizing Fintech as a Platform for Platform for Enhancing SMEs and Islamic Financing”, di Bali, Jumat (12/10).
Foto: OJK
OJK menggelar seminar OJK Fintech Talk dengan tema “Utilizing Fintech as a Platform for Platform for Enhancing SMEs and Islamic Financing”, di Bali, Jumat (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JIMBARAN -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penggunaan financial technology (fintech) sebagai platform inklusi keuangan. Fintech diharapkan dapat membantu meningkatkan akses pendanaan bagi segmen Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan keuangan syariah, dengan tetap memitigasi risiko guna mengedepankan perlindungan konsumen.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida dalam pembukaan seminar OJK Fintech Talk dengan tema “Utilizing Fintech as a Platform for Platform for Enhancing SMEs and Islamic Financing”, di Bali, Jumat (12/10). Menurut Nurhaida, fintech memiliki tingkat penetrasi yang tinggi sehingga dapat menjangkau berbagai lapisan masyasrakat terutama bagi segmen yang tidak memiliki akses luas terhadap keuangan seperti UMKM.

“Fintech memiliki kekuatan penetrasi besar yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang tidak memiliki akses keuangan yang tepat serta untuk UMKM,” katanya seperti dalam siaran persnya.

Mempertimbangkan masih rendahnya penetrasi keuangan syariah di Indonesia, fintech juga dapat digunakan sebagai alat untuk memperluas cakupan keuangan syariah dan pencapaian untuk mewujudkan tujuan keuangan syariah. Dengan layanan dan produknya yang lebih mudah, fintech dapat mendorong industri keuangan Islam maju dan mengatasi masalah yang telah menghambat pertumbuhan keuangan syariah.

Untuk mendukung pengembangan fintech, OJK sudah mengeluarkan berbagai ketentuan pengaturan dan pengawasan dengan tetap mengedepankan perlindungan konsumen dan menjaga stabilitas keuangan. Salah satunya Peraturan OJK No 77 tahun 2016 tentang Peer to Peer Lending. Peraturan ini mengatur persyaratan Peer to Peer Lending, termasuk pendaftaran dan perizinan.

OJK juga telah mendirikan Fintech Center yang dinamakan OJK infinity (Innovation center for digital financial technology). Fintech Center ini bertujuan untuk menjadi ekosistem untuk tempat berdiskusi antarpelaku dan regulator serta stakeholders. Kemudian Fintech Center juga merupakan tempat untuk melakukan "regulatory sandbox" dan pusat keilmuan fintech.

photo
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjadi Keynote Speaker di Seminar OJK Fintech Talk.

Berdasarkan Fintech Report 2017, terdapat kurang lebih 196 fintech rintisan di Indonesia. Dengan total investasi mencapai 176,75 juta dolar Amerika Serikat dan produk serta bisnis model yang baru.

Hal yang sama terlihat dalam perkembangan model fintech peer to peer lending di Indonesia yang sampai Agustus 2018 mencapai 70 perusahaan dengan akumulasi nilai pinjaman Rp 11,68 triliun, tumbuh 355,73 persen (ytd). Jumlah rekening pemberi pinjaman sebanyak 150.061 entitas atau tumbuh 48,66 persen (ytd) dan rekening peminjam mencapai 1.846.273 entitas atau tumbuh 611,10 persen (ytd).

Segmen UMKM, menurut Nurhaida, memiliki peran besar dalam perekonomian negara berkembang karena mencakup 60 persen dari lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi hingga 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di Indonesia, berdasarkan data 2016, 99 persen perusahaan terkategorikan UMKM. Mencakup 89 persen dari lapangan pekerjaan, dan memberikan kontribusi 57 persen terhadap PDB negara.

Gambaran ini menunjukkan potensi dari segmen tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun secara umum, segmen UMKM dikategorikan sebagai unbankable karena keterbatasan akan jaminan. Sehingga akses terhadap pendanaan merupakan kendala utama bagi pertumbuhan ke depan.

Keuangan syariah merupakan salah satu cara pendaanan alternatif yang semakin menarik perhatian dalam menjawab financing gap tersebut. Sebab keuangan syariah mengedepankan standar etika dan sosial yang bersifat tanggung renteng di mana manfaat dan resiko dapat dibagi secara proposional di antara pihak terkait dalam transaksi pendanaannya.

Indonesia telah memiliki beberapa catatan pencapaian dalam keuangan syariah di mana Indonesia merupakan negara pertama yang menerbitkan Sukuk Retail dan mendirikan lembaga pendanaan mikro Baitul Maal Wat Tamwil. Walaupun demikian, perkembangan keuangan syariah di Indonesia yang merupakan salah satu dari 10 negara dengan potensi ekonomi Islam terbesar, belum terasa optimal.

"Di sisi perbankan, perkembangan perbankan syariah masih sangat kecil hanya mencapai 5,8 persen dari total aset semua bank di Indonesia," kata Nurhaida.

Mempertimbangkan rendahnya penetrasi keuangan Islam di Indonesia, fintech dapat digunakan sebagai alat untuk memperluas cakupan keuangan Islam dan penjangkauan untuk mewujudkan tujuan keuangan Islam. Dengan layanan dan produknya yang lebih nyaman, fintech dapat mendorong industri keuangan Islam maju dan mengatasi masalah yang telah menghambat pertumbuhan keuangan Islam di masa lalu.

Seminar OJK Fintech Talk didukung oleh Asian Development Bank (ADB). Acara dibagi dakam dua sesi panel. Tema panel pertama adalah “Utilizing FinTech as a Platform as a tool for enhancing Micro, Small, Medium Enterprises and Financial Inclusion”. Tema ini membahas lingkup penggunaan platform fintech untuk mengembangkan UMKM dan inklusi keuangan.

Tema panel berikutnya adalah “Fintech Models for Islamic Banking”. Ini akan memaparkan berbagai model bisnis finTech yang dapat menjadi alternatif dalam lingkup Islamic Financing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement