REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah sudah menerapkan perluasan penggunaan biodisel B20 untuk nonsubsidi sejak 1 September 2018. Selama sebulan diterapkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Minaral (ESDM) sudah mencatat banyaknya denda yang berpotensi harus dibayarkat setelah penerapan biodisel B20.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana memastikan akan ada sanksi bagi yang tidak menerapkan B20. “Tentu saja (ada sanksi). Belum, tapi ada yang berpotensi (dikenakan sanksi),” kata Rida di Kemenderian ESDM, Selasa (9/1).
Dia menjelaskan yang berpotensi dikenakan denda bida dari Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN). Kedua kategori tersebut menurut Rida sduah tercatat namun lebih banyak dari BU BBN.
Untuk itu, Rida memastikan saat ini sudah ada potensi yang bisa dikenakan denda selama sebulan penerapan perluasan biodisel B20. “Itu potensi baru temuan awal kurang lebih (dendanya) Rp 270 miliar,” tutur Rida.
Hanya saja, Rida belum mau menyebutkan secara detil siapa saja perusahaan yang tercatat berpotensi membayar denda karena tidak menerapkan biodisel. Meskipun begitu, Rida memastikan pemerintah saat ini tengah membuat bagaimana mekanisme dari sanksi yang akan diberikan.
Rida menjelaskan beberapa bentuk pelanggaran yang dilakukan terkait jumlah campuran biodisel yang digunakan. “Harusnya yang dicampur misal seribu liter, tapi yang dicampur Cuma 800 liter, berarti 200 liter yang didenda,” ungkap Rida.
Di sisi lain, Rida menilai penerapan B20 sejauh ini tergolong lancar namun diakuinya belum maksimal. Sebab, penerapan aturan tersebut masih terbentur dengan persoalan logistik dan transportasi.
Hanya saja, Rida menampik hal tersebut bukan berarti pemerintah tidak menyiapkan mitigasi. “Tapi ini di luar ekspektasi kita. Waktu kita kemarin hanya ngecek jumlah kapal, cukup. Ternyata belakangan, kapalnya itu harus punya spesifikasi khusus. Nah itu yang lupa,” ujar Rida.