REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membolehkan bank atau lembaga keuangan lainnya memanfaatkan teknologi blockchain. Pasalnya teknologi itu dapat mengurangi biaya operasional sehingga lebih efisien.
"Blockchain kita tempatkan bebagai instrumen atau alat bantu untuk perbaiki mekanisme kerja di internal bank. Tujuannya memberikan layanan sekaligus mengembangkan produk dan lainnya," ujar Senior Executive Analyst OJK Robert Akyuwen kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (9/10).
Ia menjelaskan, nantinya bank yang ingin menggunakan blockchain harus melapor ke OJK. "Misal BNI (Bank Negara Indonesia) mau pakai blockchain, maka dia akan berdiskusi dengan OJK," katanya.
Laporan tersebut, kata dia, bisa jadi hanya sebagai pemberitahuan atau bisa pula perizinan. "Jadi tergantung. Misal kalau bank hanya gunakan blockchain untuk basis data atau big data, itu nggak perlu izin ke kita. Apalagi kalau sistem itu lebih baik," tutur Robert.
Hanya saja, dirinya melanjutkan, bank harus memberitahu OJK terkait penggunaan teknologi tersebut sekaligus harus memasukkan ke dalam Rancangan Bisnis Bank (RBB). Nantinya regulator akan melihat dari RBB itu, apakah penggunaan blockchain mengganggu layanan konsumen atau tidak.
"Kalau memang mengganggu konsumen, kita bisa diskusikan. Jadi sepanjang digunakan sebagai instrumen untuk perbaiki layanan bank, seharusnya itu tidak sulit," ujarnya.
Meski begitu, ia menegaskan, bitcoin tidak boleh digunakan di luar hal itu. Contohnya, digunakan untuk menjangkau masyarakat secara langsung.
"Contoh ekstremnya misal dipakai untuk bitcoin. Maka itu urusannya berbeda. Apalagi kalau libatkan sistem pembayaran maka urusannya ke BI," tegasnya.
Baca juga, BNI akan Manfaatkan Teknologi Blockchain dalam Lima Tahun