REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya pernah mendatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Finlandia pada 2015. Direktur Jenederal Ebergi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan sebagai tindak lanjut dari penandatanganan tersebut pada dasarnya Indonesia ingin menerapkan energi baru dan terbarukan (EBT) dari Finlandia.
Rida mengatakan Finlandia termasuk negara terhijau dengan harga listrik yang juga murah. “Itu artinya datang dari teknologi yang murah juga. Jadi itu yang kemudian seperti yang diharapkan Pak Menteri (Ignasius Jonan), bisa dibawa ke Indonesia,” kata Rida di kementerian ESDM, Selasa (9/10).
Dia menambahkan energi tersebut harus yang berkelanjutan sehingga sangat positif untuk Indonesia. Sebab menurutnya, Finlandia saat ini memiliki teknologi pembangkit listrik tenaga diesel dengan menggunakan minyak nabati.
Selain biodisel, Rida mengatakan Finlandia juga memiliki teknologi biomassa yang ditawarkan untuk Indoesia. “Itu (biomassa) sudah diterapkan di beberapa negara juga dan kuncinya boiler. Mereka punya boiler yang bisa disebut multifuel ,” ujar Rida.
Dia menjelaskan boiler tersebut juga bisa mencampurkan bahan bakar biomassa dengan bahan bakar lain. Untuk persentasenya, menurut Rida, persentasenya dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
Bahkan, Rida mengatakan dalam teknologi tersebut bisa mencampur sampah hutan seperti kayu dan ranting. “Semua dimasukkan ke situ sebagai campuran dari batubara. Seperti yang mereka sampaikan, itu ada sampai 70 persen biomassanya,” tutur Rida.
Hanya saja, dia memastikan jika teknologi tersebut bisa diterapkan di Indonesia, pemerintah menginginkan biomassa tidak boleh lebih mahal dari batubara. Lalu yang paling penting, kata dia, tidak mengubah tarif PLN.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga menilai teknologi EBT yang dimiliki Finlandia memang sangat layak jika ingin diterapkan di Indonesia. “Finlandia itu memang tarif listriknya paling murah di Eropa,” ujar Jonan.
Jonan menegasakan hal itu sangat sesuai dengan Indonesia yang saat ini tengah menargetkan bauran energi sebanyak 23 persen. Dia memastikan, pemerintah saat ini tengah berupaya mencapai target tersebut meski tidak mudah.
Terlebih, kata Jonan, salah satu yang perlu dihadapi Indonesia yaitu tarif listrik dan disparitas yang ada. “Sekarang kita baru saja mengimplementasikan 20 persen gasoil energi mix, biosolar 20 persen. Ini pasti jadi tantangan termasuk juga transportasi logistik,” ujar Jonan.