Selasa 09 Oct 2018 16:47 WIB

Kementerian ESDM Mulai Tentukan Mekanisme Sanksi B20

Pasokan akan diatur sedemikian rupa supaya tidak terhambat.

Menghitung untung-rugi pemakaian biodiesel.
Foto: Republika
Menghitung untung-rugi pemakaian biodiesel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menentukan teknis sanksi yang akan dikenakan terhadap pelanggaran aturan penggunaan campuran biodiesel (B20). Potensi pelanggaran masih relatif, bisa terjadi di badan usaha penyedia BBM ataupun bahan bakar nabati (BBN). 

"Saat ini masih dibuat aturan teknisnya," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana di Jakarta, Selasa (9/10).

Potensi temuan awal diperkirakan Rp 270 miliar. Sayangnya, Rida tidak dapat menyebutkan jumlah perusahaannya karena tercatat di Kemenko Perekonomian.

Sebelumnya, Rida Mulyana menekankan bahwa yang harus diperhatikan baik dari penyalur maupun Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BUBBM), yaitu kualitas dan keberlanjutan. "Kalau kualitas turun, nanti ditolak karena pernah dikembalikan satu kapal B0, jadi, dari awal sampai tiba di tujuan sebelum dicampur ada jaminan sesuai standarnya," katanya.

Terkait keberlanjutan, lanjut dia, seharusnya diatur sedemikian rupa agar tidak pasokan tidak terhambat, meskipun terkendala oleh cuaca. Dia mengatakan apabila berkurang kualitas dari B20 menjadi B19, maka akan dikenakan denda satu persen tersebut dikalikan dengan Rp 6.000.

"Besok denda juga sudah jalan, nanti akan kami awasi dan audit sampai ke hulu. Denda ini berlaku ke pemasok dan BUBBM biar adil,"katanya.

Aturan tersebut dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Badan usaha maupun penyalur yang melanggar ketentuan atau tidak memenuhi kewajiban biodiesel 20 persen atau B20 akan didenda Rp 6.000 per liter.

"Kalau CPO gagal dikirim oleh perusahaan, denda Rp 6.000 per liter. Bukan kejam, itu supaya tidak ada yang melanggar, kami sedang mencari mekanisme," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Dia menegaskan, mulai 1 September 2018 sudah tidak adalagi B0, seluruhnya harus menggunakan B20 dan pemasok harus menjamin ketersediaan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement