REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana menilai proses divestasi yang dilakukan inalum memang proses panjang yang perlu diapresiasi. Hanya saja, dalam proses transaksi kata Hikmahanto perlu dilakukan secara transparan.
Ia menilai PT Inalum harus transparan segera menyampaikan kepada publik siapa bank-bank asing yang akan diminta untuk memberi pinjaman. Ini penting agar Indonesia, khususnya pemerintah tidak terbelenggu kembali.
"Bank asing yang perlu diwaspadai adalah bank-bank plat merah (BUMN) Cina. Paling tidak bila ada bank plat merah Cina maka mereka tidak mendominasi dari bank-bank yang menyediakan fasilitas pinjaman," kata Hikmahanto kepada Republika.co.id, Jumat (28/9).
Hikmahanto menilai ada empat alasan yang melandasi hal ini. Pertama, Cina saat ini sedang melakukan dominasi di berbagai belahan dunia termasuk Asia termasuk Indonesia. Ekspansi ini dilakukan dengan kekuatan finasialnya.
Kekuatan finansial dapat membuat ketergantungan sebuah negara sehingga kedaulatan negara tersebut mudah diintervensi. Situasi ini tentunya berlaku bagi kekuatan finansial Cina terhadap Indonesia. "Pengalaman seperti ini bukan hal baru bagi Indonesia yang pernah sangat tergantung dari negara-negara donor seperti AS, negara-negara Eropa, bahkan Lembaga Keungan Internasional.," ujar Hikmahanto.
Kedua, Bank plat merah dari China tentu akan mengikuti apa yang diinginkan oleh pemerintah Cina. Dalam konteks demikian jangan sampai bunga yang rendah dan tidak adanya agunan dikompromikan dengan kepentingan Pemerintah Cina terhadap Indonesia.
Ketiga, sensitifitas publik di Indonesia juga harus diperhatikan. Belakangan berbagai isu yang berkaitan dengan Cina telah menganggu perasaan publik di Indonesia. Meski harus diakui hubungan Cina-Indonesia penting namun jangan sampai hubungan tersebut menganggu kondusifitas publik Indonesia.
Keempat, pembiayaan asal bank plat merah Cina diharapkan tidak berdampak pada Indonesia karena adanya perang dagang AS-Cina yang saat ini berlangsung. "Bukannya tidak mungkin pemerintahan Trump menganggap China melalui Bank plat merahnya berhasil menyingkirkan Freeport McMoran yang merupakan perusahaan asal AS," ujar Hikmahanto.
Baca juga, Menkeu Sri: Pengambilalihan Freeport Proses Luar Biasa.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis Indonesia akan menguasai 51 persen lebih saham PT Freeport Indonesia pada akhir tahun ini. Hal ini disampaikannya setelah penandatanganan perjanjian terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI) ke INALUM oleh Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto pada Kamis (27/9) kemarin.
“Pada akhir tahun 2018 ini, Insyaallah Indonesia akan sepenuhnya menguasai 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia melalui holding industri pertambangan kita, PT INALUM (Persero),” kata Jokowi melalui akun Facebook-nya, dikutip dari laman Setkab, Jumat (28/9).
Jokowi menjelaskan, sejumlah perjanjian lanjutan dari Head of Agreement (HoA) telah ditandangani oleh Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi G. Sadikin, dan Presiden Freeport McMoran Inc (FCX) Richard Adkerson, kemarin. Perjanjian yang diteken itu yakni Perjanjian Divestasi PTFI, Perjanjian Jual Beli Saham PT Rio Tinto Indonesia, dan Perjanjian Pemegang Saham PTFI.
“Dengan demikian, jumlah saham PTFI yang dimiliki INALUM akan meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen. Pemda Papua akan memperoleh 10 persen dari 100 persen saham PTFI,” tambahnya.
Perubahan kepemilikan saham ini, lanjut Presiden, akan resmi terjadi setelah transaksi pembayaran sebesar 3,85 miliar dollar AS kepada Freeport McMoran diselesaikan sebelum akhir tahun 2018. “Saya memastikan seluruh proses menyangkut divestasi saham Freeport ini dilakukan secara transparan,” tegas Jokowi.