REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi produksi kedelai nasional meningkat dua kali lipat tahun ini. Berdasarkan data Angka Ramalan (ARAM) I BPS-KEMENTAN 2018 produksi kedelai nasinoal mencapai 982.598 ton Biji Kering (BK) atau naik sebesar 443.870 ton BK (82,39%) dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017 sebesar 538.728 ton BK.
Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Maman Suherman mengatakan, peningkatan produksi kedelai tersebut terjadi karena Indonesia mampu mendorong Perluasan Areal Tanam baru (PATB) pada lahan-lahan kehutanan, lahan sawah musim kering, mengembangkan pola Bule (tumpang sari tebu-kedelai), dan lahan bekas tambang.
Saat ini, produksi kedelai tersebut sudah didukung dengan sistem produksi benih kedelai yang menjamin ketersediaan benih berkualitas (hasil panen kedelai disertifikasi menjadi benih). “Peningkatan produktivitas kedelai juga didukung oleh pengendalian OPT melalui praktek budidaya tanaman sehat diikuti dengan penanganan pascapanen, “ ujar Maman dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.
Maman menjelaskan, Kementerian Pertanian menargetkan swasembada untuk komoditi kedelai pada 2020. Untuk itu, sebagai langkah awal pihaknya tengah melakukan penambahan areal tanam sejak Oktober – Desember 2017.
Ia menambahkan, data luas tanam Oktober 2017-Agustus 2018 sebesar 747.863 ha lebih besar dibandingkan luas tanam Oktober 2016-Agustus 2017 sebesar 343.469 ha, sehingga terjadi surplus 403.394 ha (117,74%) atau setara dengan 583.945 ton BK. “Berdasarkan prakiraan tersebut diatas produksi kedelai sampai dengan subround II adalah sebesar 1,09 juta ton BK, “ jelas Maman
Seluruh tambahan luas lahan itu berasal dari 20 provinsi. Adapun keduapuluh provinsi tersebut meliputi Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Gorontalo
Selain itu, Kementerian Pertanian juga tengah mengembangkan pola baru tanam tumpangsari jagung kedelai dan padi kedelai dengan populasi rapat. Kualitas produksi kedelai nasional lebih unggul dibanding kedelai impor karena kedelai nasional adalah kedelai hayati non GMO yang memiliki rasa lebih gurih, sehat, dan renyah.
Keunggulan kedelai nasional terlihat dengan adanya kenaikan kurs dolar, karena harga kedelai nasional menjadi lebih murah dan kompetitif. Belajar dari kejadian saat ini bahan pangan impor tergantung fluktuasi nilai kurs dolar terhadap rupiah, maka penguatan produksi pangan nasional harus terus ditingkatkan.