Kamis 27 Sep 2018 06:12 WIB

Kabinet yang Solid Tenangkan Dunia Usaha

Pengusaha baru akan panik bila suara kabinet berbeda-beda.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Indira Rezkisari
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Agung Pambudi meyakini kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih terkendali. Agung menyebut, kalangan pengusaha pun bisa merasa lebih tenang karena pemerintah solid dalam merespons persoalan pelemahan rupiah.

"Turunnya (nilai tukar rupiah) relatif masih terkontrol. Suara-suara di pemerintah sebagai policy maker juga relatif satu. Dunia usaha akan panik kalau di kabinet ngomong berbeda-beda," kata Agung di Jakarta, Rabu (26/9).

Dia mengatakan, pelemahan rupiah telah memicu alarm kewaspadaan pengusaha. Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp 14.910 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (26/9). Posisi ini menguat 7 poin atau 0,05 persen dari Selasa (25/9) di Rp 14.917 per dolar AS.

Meski begitu, kata Agung, kebanyakan pengusaha terutama dari eksportir dan importir masih dapat diyakinkan lewat kebijakan pemerintah dalam merespons isu tersebut. "Artinya bahwa rupiah itu tidak potensial untuk terjun bebas," katanya.

Meski begitu, Agung tetap mengingatkan pemerintah untuk waspada terutama terkait perang dagang antara AS-Cina. Dia meminta pemerintah untuk tidak mengambil kebijakan keliru yang justru membuat Indonesia masuk dalam pusaran perang dagang.

"Kapasitas kita belum untuk itu, kalau kita terlibat dalam balas membalas bisa repot kita. Itu yang saya selalu ingatkan kepada pemerintah, karena ada beberapa unsur yang mencoba berpikir seperti itu. Protektif," kata Agung.

Justru, menurut Agung, fenomena perang dagang ini bisa menjadi kesempatan Indonesia untuk lebih semangat mencari pasar ekspor nontradisional seperti Afrika. "Sudah ada yang ke sana (Afrika) tapi masih sedikit. Padahal potensial juga supaya pasar kita terdiversifikasi."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement