Ahad 23 Sep 2018 19:00 WIB

Cegah Dolar Kabur, Neraca Pembayaran Perlu Diperbaiki

Dengan posisi utang pemerintah saat ini, ketidakpercayaan pasar bisa menjadi risiko

Petugas menata tumpukan uang rupiah dan dolar Amerika di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (7/3). Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2018 menurun 3,92 miliar dolar Amerika menjadi 128,06 miliar dolar Amerika dibandingkan bulan Januari 2018 sebagai imbas untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri.
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Petugas menata tumpukan uang rupiah dan dolar Amerika di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (7/3). Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2018 menurun 3,92 miliar dolar Amerika menjadi 128,06 miliar dolar Amerika dibandingkan bulan Januari 2018 sebagai imbas untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pemerintah perlu meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Enny mengingatkan, 40 persen utang Indonesia saat ini dipegang oleh investor asing.

Dengan kondisi neraca pembayaran yang defisit, menurut Enny, hal itu bisa semakin meningkatkan ketidakpercayaan investor. "Indikator yang digunakan pelaku pasar itu bukan hanya rasio utang terhadap PDB. Tapi, justru soal CAD (defisit neraca transaksi berjalan) dan neraca pembayaran kita," kata Enny ketika dihubungi Republika, Ahad (23/9).

Dia mengatakan, kondisi utang pemerintah saat ini lebih didominasi dengan penerbitan obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN). Hal itu berbeda dengan utang era orde baru yang lebih didominasi pada pinjaman dari lembaga donor seperti IMF atau Bank Dunia.

"Jadi yang perlu diperhatikan kepercayaan pasar apalagi yang dikuasai asing itu sampai 40 persen (kepemilikan SBN)," kata Enny.

Menurut Enny, dengan posisi utang pemerintah saat ini, ketidakpercayaan pasar bisa menjadi risiko. Salah satunya adalah arus modal keluar atau capital outflow.

Untuk diketahui, pada kuartal II 2018, defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) mencapai 8 miliar dolar AS. Sementara, surplus neraca transaksi modal dan finansial hanya sebesar 4 miliar dolar AS.

Sehingga, neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan mengalami defisit sebesar 4 miliar dolar AS. Hal ini kemudian dapat berdampak pada cadangan devisa yang terus berkurang.

Enny mengatakan, investor asing akan melihat kemampuan bayar Indonesia dari posisi cadangan devisa. Dia menyebut, India walaupun mata uangnya terdepresiasi lebih besar dari rupiah, memiliki cadangan devisa 390 persen dari jumlah utangnya.

Sementara, cadangan devisa Indonesia hanya 72 persen dari jumlah utang. "Nah, ini makanya harus dimitigasi," kata Enny.

Enny menyarankan pemerintah untuk bisa menerapkan kebijakan pengendalian impor dengan perhitungan matang. Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk lebih efisien dalam menggelontorkan belanja salah satunya dengan mengurangi belanja yang bersifat birokratis.

"Belanja infrastruktur juga harus betul-betul prioritas dan dihitung dampaknya. Kalau dampaknya minim harus dievaluasi apalagi kalau sampai terjadi peningkatan impor," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement