Jumat 21 Sep 2018 21:42 WIB

Kemenkeu Siapkan Aturan Alokasi Pajak Rokok untuk BPJS

Dana yang bisa dialokasikan untuk BPJS Kesehatan maksimal 37,5 persen dari pajak

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas melayani warga di kantor Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan KCU Jakarta Pusat, Rabu (1/11).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Petugas melayani warga di kantor Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan KCU Jakarta Pusat, Rabu (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan akan menerbitkan aturan terkait alokasi pajak rokok untuk program Jaminan Kesehatan Nasional. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, aturan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi turunan dari Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"PMK turunannya sedang kita proses, mudah-mudahan segera terbit," kata Mardiasmo di Jakarta, Jumat (21/9).

Dia mengatakan, Perpres tersebut memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memotong pajak rokok yang ditarik oleh Pemerintah Daerah. Dana tersebut kemudian akan digunakan untuk menangani defisit yang dihadapi BPJS Kesehatan.

"Akan kita potongkan kalau ada berita acara dari Pemda dan BPJS Kesehatan terhadap pelayanan jasa kesehatan," kata Mardiasmo.

Dia menjelaskan, dana yang bisa dialokasikan untuk BPJS Kesehatan adalah sebesar maksimal 37,5 persen dari total pajak rokok. Dia mengatakan, potensi dana yang bisa dikucurkan untuk BPJS Kesehatan adalah sebesar Rp 1,1 triliun hingga akhir tahun dari pajak rokok tersebut.

Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berharap upaya pemerintah untuk menutup defisit keuangan dengan memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) serta pemanfaatan dana pajak rokok segera dilakukan sebelum tahun depan. Perkiraan defisit BPJS Kesehatan pada 2018 mencapai Rp 10,98 triliun. Angka ini diperoleh setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sementara, anggaran yang digelontorkan pemerintah hanya sekitar Rp 4,9 triliun. Dana cukai tembakau dan pajak rokok ini diharapkan dapat menutupi defisit tersebut.

Dana yang akan digunakan untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan berasal dari dana cukai tembakau dan pajak rokok daerah. Iqbal menjelaskan, dalam melaksanakan rencana tersebut tahap awal yang harus dilakukan adalah memetakan daerah mana saja yang sudah menggunakan pajak rokok untuk pendanaan terkait jamkesda yang berintegrasi dalam skema program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Apabila daerah tersebut sudah memiliki program JKN dan menggunakan dana cukai tembakau maupun pajak rokok daerah, maka BPJS tidak akan menggunakannya.

"Kalau sudah dipakai tentu kita harus fair. Makanya tentu butuh proses memetakan ini. Karena cara jamkesda di tiap kabupaten atau kota berbeda cara penganggarannya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement