Jumat 21 Sep 2018 21:00 WIB

Hingga Agustus, Jasa Raharja Beri Santunan Rp 1,6 Triliun

Santunan pada tahun ini diprediksi meningkat dibanding 2017.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Dwi Murdaningsih
 Peserta mudik gratis Jasa Raharja menaiki kereta api pada program Mudik Bareng BUMN Mudik Bareng Guyub Rukun di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (23/6).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Peserta mudik gratis Jasa Raharja menaiki kereta api pada program Mudik Bareng BUMN Mudik Bareng Guyub Rukun di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Jasa Raharja (Persero) memprediksi biaya santunan kecelakaan pada tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan 2017. Direktur Operasional Jasa Raharja Amos Sampetoding mengakui secara proporsional santunan 2018 akan lebih tinggi namun dia berharap kecelakaan tidak terjadi lebih banyak.

Tahun 2017 santunan yang sudah bayarkan Rp 1,9 triliun. Saat ini sampai Agustus 2018 sudah Rp 1,6 triliun."Jadi tahun ini diprediksi bisa melebihi 2017," kata Amos, usai menjadi narasumber dalam diskusi bertemakan Indonesia Road to Safety bersama Lalintas di kawasan SCBD Sudirman, Jakarta, Jumat (21/9).

Amos menegaskan Jasa Raharja tidak menaikkan premi yang dikumpulkan meskipun jumlah santunan meningkat.  Amos menuturkan santunan paling banyak di lakukan di Pulau Jawa sesuai dengan jumlah kendaraan yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Untuk biaya santunan meninggal dunia, lanjut Amos, dengan biaya paling tinggi hingha Rp 50 juta perorang.

Sementara itu, Co-Founder Lalintas Chaerany Putri mengatakan sudah saatnya isu keselamatan lalu lintas mendapatkan perhatian yang lebih serius. Sebab, angka kecelakaan lalu lintas pertahunnya masih relatif cukup tinggi, dimana angka kematian dari kecelakaan lalu lintas mencapai dua hingga tiga jiwa perjam di lndonesia.

Putri menilai upaya penurunan angka kecelakan lalu lintas memerlukan aksi nyata yang berkelanjutan dan secara bersama-sama. Tanpa aksi nyata dan gerakan bersama, lanjut Putri, kecelakaan lalu lintas diprediksi dapat menjadi penyebab kematian ketujuh tertinggi di dunia pada tahun 2030.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement