REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, kondisi neraca dagang Indonesia yang mengalami defisit hingga Agustus 2018 sejalan dengan produktivitas industri manufaktur di Indonesia. Menurutnya, produktivitas industri manufaktur tak mampu mendorong kinerja ekspor terutama ketika neraca perdagangan migas mengalami defisit.
"Hal itu kemudian terefleksikan dalam kinerja ekspor yang tidak setinggi impor," kata Fithra kepada Republika, Senin (17/9).
Fithra mengatakan, persoalan yang menimpa neraca perdagangan Indonesia saat ini banyak disebabkan oleh kinerja neraca migas. Solusi jangka pendeknya, kata dia, adalah dengan memotong subsidi dan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Karena adanya peningkatan demand ini tidak merefleksikan kondisi harga terutama harga minyak dunia yang sudah naik," kata Fithra.
Fithra mengatakan, hal itu perlu dilakukan meski hanya bersifat sebagai penangkal sementara. Menurutnya, untuk mengatasi kinerja perdagangan secara keseluruhan, pemerintah tetap perlu memperbaiki kinerja industri pengolahan.
"Ini memang perlu waktu lewat pembangunan infrastruktur, interkoneksinya bagaimana dengan kawasan industri, dan juga soal produktivitas tenaga kerja lewat peningkatan kapasitas SDM dan kualitas kurikulum vokasi kita," kata Fithra.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan akan terus memantau perkembangan kondisi neraca pembayaran Indonesia terutama dari defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Salah satu faktor terkait itu yakni defisit neraca dagang Agustus 2018 yang mencapai 1,03 miliar dolar AS.
Sri menyebut, defisit perdagangan migas masih relatif cukup tinggi sehingga menyebabkan defisit neraca dagang secara keseluruhan. "Untuk pelaksanaan B20 dan kenaikan impor migas terutama pada bulan sebelum dilaksanakan B20, kita akan lihat apakah itu tren atau anomali," kata dia di kompleks parlemen, Jakarta pada Senin (17/9).
Pemerintah telah menerapkan kewajiban penggunanan biodiesel 20 persen (B20) mulai 1 September 2018. Selain itu dari sisi neraca dagang nonmigas, Sri menyebut, impor sudah menurun signifikan walaupun tingkat impor dari tahun ke tahun masih relatif tinggi.
Selain itu, ia juga berharap ekspor bisa tumbuh lebih tinggi ke depan mengingat pertumbuhan ekspor pada Agustus 2018 hanya sebesar 4,15 persen (yoy). "Itu menurut saya masih bisa ditingkatkan kembali," katanya.