REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu menyiapkan kebijakan dan regulasi yang dapat menjadi pendorong investasi energi baru terbarukan (EBT) di Tanah Air. Pemerintah juga perlu membangun ruang fiskal dan menyediakan ruang-ruang insentif untuk mendukung investasi di bidang tersebut.
"Dengan ekosistem industri yang kondusif, pihak swasta pun dapat mendorong terjadinya kemitraan yang menguntungkan, meningkatkan transfer teknologi dan investasi," kata Wakil Ketua Bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Muhammad Sofyan, Sabtu (15/9).
Menurut Sofyan, bauran energi antara fosil dan energi terbarukan akan semakin dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk keberlanjutan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional.
Sementara itu, pemerintah terus berusaha meningkatkan porsi EBT sebagai sumber energi primer dalam bauran energi pembangkit listrik nasional. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kontribusi EBT bertambah dua persen dalam tiga tahun menjadi 12,15 persen pada akhir 2017. Namun, pertumbuhan dua persen dalam tiga tahun dinilainya tidak cukup untuk mengejar target Kebijakan Energi Nasional (KEN) 23 persen tahun 2025 sehingga perlu mendorong investasi swasta.
Dewan Pakar MKI Riki Firmandha Ibrahim mengungkapkan sejumlah tantang utama pengembangan EBT di Indonesia, terutama di bidang panas bumi. Tantangan tersebut di antaranya harga jual listrik, kompleksitas perizinan, pembiayaan proyek, kepastian implementasi kebijakan fiskal dan risiko geologi.
"Selanjutnya masalah penyiapan lahan dan infrastruktur. hubungan sosial kemasyarakatan, kepastian implementasi kebijakan nonfiskal, akses teknologi serta kompetensi sumber daya manusia," katanya.
Meski demikian, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) itu mengatakan pemerintah telah memberikan sejumlah dukungan yang dibutuhkan untuk pengembangan EBT panas bumi. Salah satunya dengan harga jual listrik sesuai keekonomian proyek, mengurangi jumlah dan kerumitan perizinan, memberikan pembiayaan proyek yang lebih murah serta pelaksnaan kebijakan fiskal yang ada.
Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan akses lahan operasi, akses ke green fund, pelaksanaan kebijakan nonfiskal, pengelolaan masalah sosial hingga akses teknologi.