Kamis 13 Sep 2018 22:11 WIB

Menkeu Jelaskan Sensitivitas Nilai Tukar terhadap APBN

Setiap perubahan Rp 100 per dolar AS akan berdampak pada pos penerimaan negara

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/9).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pelemahan dan penguatan nilai tukar rupiah akan memberikan dampak pada postur APBN 2019.

Dia menjelaskan, sesuai dengan perhitungan sensitivitasnya, setiap perubahan Rp 100 per dolar AS akan berdampak pada pos penerimaan dan belanja negara. Untuk diketahui, saat ini asumsi kurs dalam RAPBN 2019 berada di level Rp 14.400 per dolar AS. 

"Jadi, kalau parameternya tetap sama, ketika kurs rupiah menguat menjadi Rp 14.300 per dolar AS maka akan ada dampak ke penerimaan dan belanja dalam bentuk valas," kata Sri di kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (13/9).

Dia mengatakan, ketika rupiah bergerak ke level Rp 14.300 per dolar AS maka penerimaan negara akan turun Rp 4,6 triliun dan belanja negara turun Rp 3,4 triliun. Sehingga, secara neto akan terjadi defisit sebesar Rp 1,2 triliun.

Sebaliknya, kata Sri, setiap pelemahan sebesar Rp 100 per dolar AS akan memberikan dampak surplus sebesar Rp 1,2 triliun. "Meski begitu, saya tekankan ini bukan soal untung rugi, tapi ini dari sisi postur," kata Sri. 

Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, pemerintah akan terus mewaspadai dampak dari dinamika global.

"Dampak tidak langsung dari sisi psikologis dan rebalancing fund manager ke negara berkembang harus diantisipasi," kata Sri

Faktor perang dagang dan kebijakan bank sentral AS yang masih akan menaikkan tingkat suku bunga hingga 2019 masih akan terus diwaspadai pemerintah. Hal itu pun turut berdampak pada arus modal ke dalam negeri terutama dari sisi portofolio. 

"Ini komponen penting untuk SBN mengingat kepemilikan asing sampai 39 persen," kata Sri. 

Sri mengatakan, pemerintah saat ini akan fokus memperbaiki kondisi neraca pembayaran Indonesia terutama dari sisi neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit. Dia menegaskan, kebijakan pemerintah adalah dengan terus berupaya meningkatkan ekspor lewat pemberian insentif dan mempermudah proses ekspor.

Selain itu, pemerintah juga akan mengendalikan impor sehingga tidak terus menekan tingkat defisit neraca transaksi berjalan."Investasi juga terus kita upayakan agar ada capital inflow," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement