Kamis 06 Sep 2018 12:17 WIB

Defisit Neraca Migas Mulai Membaik

Salah satu upaya mengurangi defisit migas adalah memperluas mandatori B20.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Manager Production Pertamina RU II Sei Pakning, Nirwansyah (kanan), mininjau areal kerja kilang pengolahan minyak mentah yang berada di Sungai Pakning, Bengkalis, Riau, Selasa (17/10).
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
Manager Production Pertamina RU II Sei Pakning, Nirwansyah (kanan), mininjau areal kerja kilang pengolahan minyak mentah yang berada di Sungai Pakning, Bengkalis, Riau, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan penerimaan negara dari lifting minyak dan gas hingga triwulan kedua 2018 sebesar 6,57 miliar dolar AS. Sementara, angka ekspor sampai dengan triwulan kedua total 5,89 miliar dan impor 12,73 miliar dolar AS.

Dengan mempertimbangkan penerimaan negara, maka sampai dengan triwulan kedua tahun 2018 dapat disimpulkan sementara bahwa penerimaan negara tahun ini lebih baik dari 2017. "Secara keseluruhan, neraca kita (sektor migas) angkanya penerimaan negara plus ekspor dikurangi impor angkanya hampir sama antara 2017 dan 2018, bahkan 2018 lebih baik sedikit dari sisi nilainya," ungkap Arcandra, Kamis (6/9).

Sampai saat ini, minyak bumi masih menjadi salah satu penyumbang utama pendapatan negara. Kemenkeu mencatat pada semester pertama tahun ini, minyak bumi telah menyumbang 34 persen dari realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Nasional.

Sementara untuk perhitungan sepanjang tahun 2017, angka defisit neraca sektor migas ini tercatat sebesar 1,55 miliar dolar AS atau sekitar Rp 22 triliun. Rinciannya, penerimaan negara 9,92 miliar dolar AS, ekspor 10,80 miliar dolar AS dan impor 22,27 miliar dolar AS.

"Bila dibandingkan dengan PDB Indonesia tahun 2017 yang mencapai Rp 13.588,8 triliun, maka angka tersebut hanya sebesar 0,16 persen dari PDB Indonesia," ungkap Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi.

Jadi, lanjut Agung, bisa dikatakan, bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 265 juta jiwa, maka defisit sektor migas (untuk BBM) pada tahun 2017 hanya sebesar Rp 83.000 per orang per tahun.

Untuk mengantisipasi defisit neraca migas, salah satu yang dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah dengan memperluas mandatori B20 (pencampuran biodiesel 20 persen pada BBM). Perkiraan penghematan devisa dengan implementasi ini sekitar 2 miliar dolar AS pada 2018 dan 3,5 miliar dolar AS di tahun depan.

Agung yakin, tren neraca sektor migas yang menunjukkan sinyal positif di semester pertama 2018 ini juga akan berlanjut di semester kedua 2018. "Dengan laju yang sama, misalnya defisit sampai akhir tahun sekitar 0,5 miliar dolar AS, maka beban devisa juga akan banyak berkurang. Rakyat hanya akan menanggung defisit Rp 27.000 per orang per tahun dari sektor migas. Itupun sudah ditutup dari perluasan B20," lanjut Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement