Rabu 05 Sep 2018 14:52 WIB

Jokowi Sebut Pelemahan Rupiah Bisa Diatasi dengan Koordinasi

Peningkatan ekspor dan investasi dinilai bisa meredam pelemehan rupiah

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9). Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah menjadi Rp14.940 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Foto: Rivan Awal Lingga/Antara
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9). Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah menjadi Rp14.940 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih disebabkan faktor eksternal yang bertubi-tubi. Baik itu terkait kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, perang dagang antara Amerika dan Cina maupun krisis di negara berkembang lain seperti Turki dan Argentina.

Jokowi mengingatkan akan pentingnya untuk selalu waspada dan hati-hati. Koordinasi dengan segala pihak terus dilakukannya, baik di sektor fiskal, moneter, industri dan pelaku-pelaku usaha.

"Saya kira, koordinasi yang kuat itu menjadi kuncinya sehingga jalan untuk pemulihan segaris semua," ujarnya dalam Seremoni 30 Tahun Ekspor Toyota Indonesia Tembus Satu Juta Unit di Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/9).

Jokowi menekankan, hanya ada dua kunci untuk mengatasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS, yakni peningkatan ekspor dan investasi. Dua cara ini menjadi solusi untuk menyelesaikan defisit transaksi berjalan.

Baca juga, Rupiah Tertekan, Menkeu: Indonesia Hadapi Badai Sempurna

Kalau sudah dilakukan, Jokowi optimistis permasalahan akan selesai. Jokowi juga memberi target kepada para menteri terkait untuk bisa menyelesaikan defisit transaksi neraca berjalan dalam kurun waktu satu tahun.

Salah satu cara yang kini sudah mulai diproses adalah mengenalkan B20 atau penggunaan 20 persen bahan bakar biodiesel. Menurut Jokowi, B20 akan mampu mengurangi impor minyak mentah yang jumlahnya tidak sedikit.

"Perkiraan kami, mungkin kurang lebih hemat 5-6 miliar dolar AS," tuturnya.

Kemudian, kalau harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dipakai sendiri oleh Indonesia untuk B20, berarti pasokan di pasaran akan turun. Kondisi ini diprediksi akan meningkatkan harga CPO di tingkat global.

Poin berikutnya yang ditekankan Jokowi adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ia selalu berupaya menekankan kepada seluruh kementerian, BUMN dan swasta untuk menggunakan bahan baku lokal semaksimal mungkin.

Baca juga, Rupiah Tembus Rp 15 Ribu, Ini Kata Sandiaga Uno

"Kalau kita bia memakai semua komponen dalam negeri, akan ada penghematan sekitar 2-3 miliar dolar AS," kata Jokowi.

Dukungan industri otomotif

Lebih jauh Jokowi memiliki harapan ke berbagai sektor untuk membantu ekspor dan investasi, di antaranya industri otomotif. Menurutnya, ketika industri otomotif berkembang, maka akan ada tambahan investasi yang masuk.

Selain itu, orientasi di otomotif sekarang adalah ekspor yang akan terus didorong pemerintah. "Kami akan cari intensif tambahan sehingga ada gairah besar di sektor otomotif ini untuk ekspor," ucap Jokowi.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah fokus memacu pengembangan dan daya saing industri otomotif. Sebab, sektor ini menjadi satu dari lima industri yang akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri generasi keempat sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Menperin Airlangga Hartarto menjelaskan, pihaknya akan membatasi impor mobil di atas 3.000 CC. Sebab, kapasitas produksi nasional sekarang sudah bisa mencapai 2 juta per tahun sehingga kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.

"Kita juga mampu ekspor, jadi tidak ada kepentingan lagi untuk impor kendaraan," ucapnya.

Kemenperin menargetkan, produksi kendaraan di Indonesia akan mencapai 1,5 juta unit pada tahun 2020 dan naik menjadi 4 juta unit di tahun 2035. Sedangkan target untuk ekspor kendaraan pada tahun 2020 sebanyak 250 ribu unit dan meningkat 600 persen di tahun 2035 sehingga menjadi 1,5 juta unit.

Sementara itu, sesuai peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, pada tahun 2020 sebesar 10 persen dari 1,5 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri adalah golongan kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV). Kemudian, di tahun 2035, dibidik naik sampai 30 persen saat produksi mencapai 4 juta unit mobil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement