REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju kurs rupiah semakin terperosok ke zona merah. Bahkan hari ini, Jumat, (31/8), telah menembus ke level Rp 14.700 per dolar AS.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id, pada spot perdagangan mata uang, pagi tadi rupiah dibuka di Rp 14.710 per dolar AS. Kemudian hingga akhir perdagangan sore ini, tidak beranjak dari posisi tersebut.
Sementara pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp 14.711 per dolar AS. Angka itu melemah dibandingkan posisi kemarin, (30/8) yang di Rp 14.655 per dolar AS.
Analis sekaligus Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengatakan, mata uang dolar AS memang cenderung terus menguat. Hal itu membuat kurs rupiah semakin melemah. "Pada 24 Agustus lalu, rupiah ditutup di atas Rp 14.600 per dolar AS. Maka ke depannya masih cenderung menguat dan rupiah menuju level Rp 14.680 sampai Rp 14.700 per dolar AS," ujar Lucky kepada Republika.co.id.
Sebelumnya, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell memberi sinyal kemungkinan menahan suku bunga acuannya Fed Fund Rate (FFR). Hal itu karena masih berlangsungnya perang dagang antara Cina dan AS.
"Namun saya kira itu menjadi hal wajar karena cerminan tersebut merupakan langkah perudent sebagai bank sentral. Pada umumnya bank sentral di seluruh dunia melakukan evaluasi karena adanya sentimen yang dipandang dapat memberikan pengaruh pada kinerja mata uang," kata Lucky.
Lebih lanjut, kata dia, meski ada kemungkinan the Fed menahan kenaikan FFR namun arahnya ke depan akan tetap naik, setidaknya mencapai 2,75 persen. Pasalnya dengan kenaikan FFR, kinerja dolar indeks bisa tumbuh.
"Jadi kalau pun FFR ditahan kenaikkannya, ke depannya tetap naik. Atas kecenderungan itu, pergerakan dolar AS juga terus menguat," jelasnya.
Baca juga, Rupiah Rp 14.700 per Dolar AS, Darmin: Dampak Argentina.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, krisis keuangan di Argentina paling dominan memberikan dampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Untuk diketahui, nilai tukar rupiah telah menembus level Rp 14.700 per dolar AS.
"Itu (pelemahan rupiah) karena ada permasalahan negara lain, di Argentina," kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (31/8).
Darmin mengatakan, persoalan yang terjadi di Argentina cukup mengejutkan. Hal itu lantaran negeri Tango telah mendapat bantuan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) sebesar 50 miliar dolar AS. Akan tetapi, hal itu ternyata belum mampu menolong gerakan arus modal keluar sehingga harus menaikkan suku bunga sampai 60 persen.
"Tapi ya, pasti negara yang memang mempunyai masalah yang cukup mendalam dalam soal neraca pembayaran pasti akan ada saja cara terpengaruh," kata mantan Gubernur Bank Indonesia.
Baca juga, Perang Dagang Makin Membuat Kurs Rupiah Terpuruk.
Darmin mengatakan, secara umum krisis tersebut akan terus memberikan dampak tekanan pada pasar finansial Indonesia hingga persoalan di Argentina berakhir. Dia menekankan, dampak tersebut tak hanya dirasakan Indonesia tapi juga negara lain.