Senin 20 Aug 2018 04:00 WIB

Petani Tebu Minta Tata Niaga Gula Dibenahi

Petani tebu mengeluhkan adanya impor gula mentah yang dinilai terlalu banyak.

Gula Kristal Putih
Foto: CORBIS
Gula Kristal Putih

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah membenahi tata niaga pergulaan dalam negeri. Mereka menilai kebijakan yang ada saat ini merugikan para petani.

Ketua Dewan Pembina APTRI Arum Sabil mengatakan pihaknya meminta Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah intervensi terkait regulasi pergulaan nasional. APTRI mencatat ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemerintah.

"Langkah instruksi harus dilakukan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Perdagangan," kata Arum, dalam keterangan tertulis.

Beberapa langkah yang menjadi catatan APTRI adalah gula kristal putih yang berasal dari gula mentah impor perlu dihentikan peredarannya hingga gula milik petani tebu, pabrik gula, dan Bulog terserap oleh pasar.

Kemudian, perlu penertiban terkait dengan tata niaga gula kristal rafinasi, dan memberikan sanksi hukum kepada para pelaku usaha yang terbukti melanggar ketentuan dengan memperjualbelikan gula tersebut yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

"Selain itu, jangan ada diskriminasi untuk pembelian gula milik petani, yang gula tersebut digiling pihak swasta ataupun BUMN," kata Arum.

Catatan lainnya terkait dengan pemberian izin impor gula mentah yang berdasar penilaian APTRI terindikasi ada permainan dan konspirasi. APTRI meminta dan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.

Para petani tebu mengeluhkan adanya impor gula mentah yang dinilai terlalu banyak. Para petani tebu tersebut menilai bahwa potensi impor gula mentah bisa mencapai tujuh juta ton, yang jika diolah menjadi GKR atau GKP, setara dengan 6,65 juta ton.

Sementara itu, produksi gula nasional mencapai 2,3 juta ton. Sehingga, potensi stok yang ada diperkirakan mencapai 8,95 juta ton. Namun, kebutuhan gula di Indonesia baik untuk konsumsi dan industri diperkirakan hanya sebesar 5,2 juta ton, dan akan terjadi surplus sebesar 3,75 juta ton.

Berdasar catatan, harga rata-rata gula nasional pada laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) sebesar Rp 12.350 per kilogram. Harga tersebut sesungguhnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata harga gula internasional periode 2012-2017 yang berkisar pada angka Rp 4.294 per kilogram hingga Rp 5.668 per kilogram.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement