REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5 persen adalah gambaran bahwa BI sudah kehabisan opsi dalam menstabilkan rupiah. Apabila tidak dilakukan, dikhawatirkan rupiah semakin merosot dan cadangan devisa akan tergerus.
Bhima menambahkan, dampak positif dari kebijakan ini adalah bunga instrumen berdenominasi rupiah semakin menarik di mata investor asing. Diketahui, yield SBN tenor 10 tahun saat ini cukup tinggi yakni 8 persen.
"Yield berbanding terbalik dengan harga surat utang. Artinya kalau yield SBN naik maka minat investor khususnya asing untk beli SBN menurun, harga turun," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/8).
R1 Menurut Bhima, kondisi ini yang ingin diatasi oleh otoritas moneter melalui kenaikan bunga acuan yakni menurunkan yield. Masuknya investor asing ke pasar surat utang akan menambah permintaan rupiah.
Baca juga, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Menjadi 5,50 Persen
Namun, kebijakan BI turut memberikan dampak negatif. Bhima menilai, perbankan mulai melakukan penyesuaian bunga kredit sehingga biaya peminjaman atau cost of borrowing bagi sektor swasta semakin berat. Dampaknya, pelaku usaha menahan ekspansinya hingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,1 persen jauh di bawah target APBN 5,4 persen.
Bhima menekankan, poin yang harus jadi perhatian ke depannya adalah pelebaran defisit transaksi berjalan karena membuat permintaan dolar konsisten meningkat. "Kondisi neraca perdagangan pun diproyeksi akan melanjutkan defisit hingga akhir tahun," tuturnya.
Tekanan dari kenaikan Fed rate pada bulan September dan Desember harus disikapi BI dengan melakukan adjustment bunga acuan 25-50 basis poin lagi. Bhima berharap, BI konsisten melakukan kebijakan pre emptives menghadapi tren gejolak moneter saat ini.
Dari hasil Rapat Dewan Gubernur pada Selasa (14/8) dan Rabu (15/8), kenaikan suku bunga acuan mencapai 25 basis poin menjadi 5,5 persen. Keputusan ini berjalan konsisten dengan upaya pertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.