REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai defisit neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mencapai 2,03 miliar dolar AS. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingginya angka defisit disebabkan tingginya impor sejumlah barang termasuk mesin mekanik dan peralatan listrik.
"(Defisit pada Juli 2018) ini terbesar sejak Juli 2013," kata Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto dalam paparan di Jakarta, Rabu (15/8).
Berdasarkan data BPS, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit 2,03 miliar, dipicu oleh defisit sektor migas 1,19 miliar dolar AS dan nonmigas 0,84 miliar dolar. Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor seluruh komponen migas, yaitu minyak mentah, hasil minyak dan gas masing-masing 81,2 juta dolar (15,01 persen), 382,4 juta dolar (28,81 persen) dan 11,7 juta dolar (4,29 persen).
Impor nonmigas menurut golongan barang yang terbesar berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018, yang pertama adalah golongan barang mesin dan pesawat mekanik yaitu perannya sebesar 16,78 persen.
Kemudian, golongan lainnya yang berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018 adalah mesin dan peralatan listrik (13,45 persen), besi dan baja (6,26 persen), plastik dan barang dari plastik (5,71 persen), serta bahan kimia organik (4,4 persen).
Sementara itu, golongan barang impor nonmigas yang mengalami penurunan terbesar adalah golongan gula dan kembang gula, serta bijih, kerak dan abu logam.
Tiga negara pemasok barang impor terbesar nonmigas selama Januari-Juli 2018 ditempati China dengan nilai 24,83 miliar (27,39 persen), Jepang 10,45 miliar dolar (11,53 persen), dan Thailand 6,34 miliar (6,99 persen). Sedangkan bila dilihat secara organisasi regional, impor nonmigas dari ASEAN mencakup 20,55 persen, sementara dari Uni Eropa 9,27 persen.
Nilai impor semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari-Juli 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu masing-masing 27,03 persen, 22,99 persen dan 30,44 persen.
Banyaknya impor bahan modal seperti permesinan serta plastik, besi dan baja, memang tinggi antara lain karena gencarnya pemerintah dalam rangka menggalakkan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Apalagi, pemerintahan Presiden Joko Widodo juga melakukan pembangunan infrastruktur tersebut juga sebagai tujuan untuk meratakan pembangunan perekonomian nasional.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan pembangunan sejumlah infrastruktur di daerah terpencil dan desa-desa merupakan amanah konstitusi. "Kita tahu yang namanya keadilan dan pemerataan itu adalah amanah konstitusi yang harus kita jalankan," kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, pemerintah tetap membangun kawasan terpencil untuk menggerakkan ekonomi di daerah.