Senin 13 Aug 2018 14:10 WIB

Menkeu: Kondisi Ekonomi Indonesia dan Turki Berbeda

Indonesia memiliki nilai positif, seperti pertumbuhan yang kuat dan inflasi rendah.

Rupiah Melemah di Akhir Pekan. Pialang mengamati pergerakan nilai tukar rupiah di Global Market PermataBank, Jakarta, Jumat (13/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Rupiah Melemah di Akhir Pekan. Pialang mengamati pergerakan nilai tukar rupiah di Global Market PermataBank, Jakarta, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia berbeda dengan situasi di Turki yang tengah dilanda kekhawatiran krisis ekonomi akibat gejolak pasar keuangan. Sri menilai, Indonesia punya hal-hal positif yang dilihat selama pekan ini.

"Pertumbuhan kuat, inflasi rendah, dan defisit APBN diperkirakan lebih rendah," kata Sri Mulyani ketika meninjau persiapan Asian Games 2018 di Terminal 3 Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (13/8).

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu tetap akan memantau perkembangan gejolak pasar keuangan di Turki. Hal ini dilakukan mengingat semua pihak akan menganggap gejolak pasar di Turki sebagai gangguan yang terjadi di pasar negara berkembang.

"Jadi, kami ingin membedakan narasinya Indonesia dengan negara-negara yang selama ini memiliki kelemahan dan kerapuhan yang tinggi," ujar dia.

Mata uang lira jatuh lebih dari 40 persen tahun ini menyusul kekhawatiran peningkatan kontrol ekonomi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan serta memburuknya hubungan dengan Amerika Serikat (AS). Sementara, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak melemah 157 poin menjadi Rp 14.643 dibanding sebelumnya Rp 14.486 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, sentimen mengenai gejolak ekonomi Turki turut menjadi faktor yang membuat sejumlah mata uang di dunia, termasuk rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS. "Diketahui, Turki memiliki banyak exposure utang terhadap Eropa sehingga ketika ekonomi Turki di ambang krisis. Hal itu akan memengaruhi ekonomi Eropa dan dapat berdampak ke negara di kawasan Asia," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement